Minggu, 03 Mei 2015

Racun Hati #7

 
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 

الْحَمْدَ ِللهِ حَمَدًا كَثِيْرًا طيّبًا مباركًا فيه، كما يحبَّ ربّنا ويرضى. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، أَمَّا بَعْدُ

Ikhwani fiddin wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah jami’an, dimanapun anda berada semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wata'ala. Alhamdulillah pada halaqoh yang keduapuluh sembilan ini inshaaAllah kita lanjutkan kembali tentang fudhulul nazor.

Berkata syeikh DR Ahmad  Farid hafidzohullahu ta’ala "Dan apabila hati itu bersinar karena buah dari banyak menundukkan pandangan maka tentu akan datang utusan-utusan kebaikan kepadanya dari segala sisi.” Artinya banyak faedah, keutamaan kelebihan yang dihasilkannya. Sebagaimana tatkala hati itu telah menjadi gelap/legam karena banyak memandang atau dosa-dosa lainnya maka akan datang awan mendung, dan keburukan kepadanya dari segala tempat penjuru.

Maka berarti disini syeikh menerangkan bahwa semakin seseorang itu mengurangi pandangan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata'ala semakin bersinar dan bercahaya hatinya, karena hidayah Allah Subhanahu wata'ala itu semakin kuat masuk ke dalam relung hatinya sehingga menyinari seluruh qalbunya. Bukankah kita dalam doa diajarkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam

اللهم اجعل قلبي نورا 
"Ya Allah jadikan pada hatiku cahaya.”

Karena tatkala hati itu terterangi oleh alhaq, terterangi cahaya petunjuk dari Allah Subhanahu wata'ala maka akan lurus titah atau perintahnya karena hati adalah raja, sehingga amal perbuatan yang dihasilkan dan tutur kata yang diucapkan oleh lisan sebagai buah dari titah hati itu adalah perbuatan dan tutur kata yang indah, yang jadi amal utama yang dicatat kebaikan disisi Allah Subhanahu wata'ala. Sehingga tatkala hati itu tercerahkan, tertunjuki oleh sinar cahaya Allah Subhanahu wata'ala akan mampu membedakan, memilah dan memilih antara haq dan yang batil, sehingga akan menerima yang haq dan menolak yang batil.

Sebaliknya melepaskan pandangan secara liar pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata'ala, justru kita harusnya diperintahkan untuk menundukkannya, malah melepaskannya demikian pula akan membutakan hati. Membutakan hati sehingga hati tidak bisa membedakan yang haq dan bathil, yang sunnah dan yang bid'ah.

Namun tatkala kita mampu menundukkannya karena Allah Subhanahu wata'ala, meniatkannya karena Allah Subhanahu wata'ala, maka Allah akan mewariskan kepada hati ini firasat yang benar sehingga bisa membedakan antara yang haq dan yang batil, antara yang sunnah dan bidah. Dengan firasat yang sodiqoh karena firasat seorang mukmin itu benar, itu buah dari tatkala dia banyak menundukkan pandangan.

Telah berkata salah satu dari orang-orang shaleh "Barangsiapa yang memakmurkan dhohirnya dengan mengikuti sunnah, memakmurkan batinnya dengan senantiasa merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wata'ala dan menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan dan juga menahan dirinya dari perkara yang syubhat serta memakan dari makanan yang halal, maka dia tidak akan keliru dalam berfirasat.”

Firasatnya benar, Allah berikan ilham untuk dia membedakan antara yang haq dan yang batil. Sehingga takkala dia datangi perkara yang mungkar, dia bisa membedakan ini adalah mungkar, karena sudah terbiasa. Karena sudah mampu menundukkan alhawa pada dirinya, agar hanya mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam. Karena beramal sudah karena Allah Subhanahu wata'ala. Mampu dengan menundukkan batinnya, selalu merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wata'ala. Menundukkan padangannya dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata'ala.  Serta menahan diri juga dari hal-hal yang syubhat dan memakan rizki yang halal. Mengapa demikian? Kata syeikh karena balasan itu tergantung dari amalan perbuatan.

Semakin seseorang itu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata'ala dengan hal-hal yang diperintahkannya, hal-hal yang dianjurkan, disunahkan dalam syariat ini, maka Allah Subhanahu wata'ala tentu akan memberikan balasan yang berbagai macam kebaikan karena buah dari kecintaannya kepada Allah, Allah pun mencintainya.

Kata syeikh melanjutkan "Maka barangsiapa menundukkan pandangannya dari hal-hal yg diharamkan oleh Allah Subhanahu wata'ala, Allah Subhanahu wata'ala akan memberikan cahaya pada mata hatinya sehingga dia mampu melihat kebenaran karena mata hatinya yang hidup, peka dan perasa, enggan tidak mau untuk mendatanginya, karena kebiasaannya dekat dengan Allah Subhanahu wata'ala. Meninggalkan hal-hal yang makruh karena akan menyeretnya pada hal-hal yang haram, meninggalkan hal-hal yang syubhat karena akan menyeretnya kepada yang haram. Demikianlah buah yang dihasilkan ketika seseorang mampu menundukkan pandangannya karena Allah Subhanahu wata'ala.

Terakhir, dan ini dari saya pribadi sebagai penjelasan tambahan. Dan barangsiapa yang menundukkan pandangan secara maknawi dalam arti menundukkan hatinya dari memandang yang lebih dalam perkara dunia dari orang-orang yang disekitarnya demikian Allah juga akan memberikan anugrah kepada orang tersebut, qonaah.

Sebagaimana sabda Nabi:

أُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ

"Lihatlah orang-orang yang dibawah kalian dan janganlah lihat orang yang diatas kalian."
(HR Bukhari dan Muslim)

Karena dengan melihat orang yang ada dibawah kita, kita akan bersyukur pada Allah Subhanahu wata'ala. Kita sempurna dengan segala nikmat yang Allah berikan. Fisik kita sempurna, keluarga kita sempurna, kenikmatan kita sempurna, rumah, tempat tinggal dan seterusnya. Itu adalah kenikmatan dari Allah Subhanahu wata'ala.

Dalam hal-hal kenikmatan dunia kita harus banyak menundukkan pandangan, jangan mendongakkan dan menengadahkan pandangan kita pada orang yang lebih kaya, itu justru akan membutakan hati, menjadikan hati lupa bahwa sejatinya pada dirinya ada nikmat yang harus disyukuri. Maka pada diri kalian apakah kalian tidak melihat nikmat Allah Subhanahu wata'ala, melihat segala kenikmatan yang Allah beri pada diri kita.

Maka ikhwani fiddin wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah, disinilah agar tidak buta mata hati kita dengan nikmat-nikmat yang besar yang Allah beri kepada kita, hendaknya kita juga menundukkan pandangan agar kita tidak melihat si kaya terus menerus, orang yang diberi kenikmatan lebih dari kita terus menerus, dengan memandangnya, dengan melihatnya, dengan membedakannya yang akhirnya justru menyeret kita pada jurang kebinasaan, yaitu tidak bersyukur dengan nikmat Allah Subhanahu wata'ala. 

Memang benar syaitan selalu memainkan istilah-istilah, memang betul bahwa syaitan itu selalu melakukan tipu daya agar manusia itu terseret, terjebak pada jalannya. Anda mungkin pernah mendengar perkataan seorang “Rumput tetangga lebih hijau dari rumput yang ada di rumah.” 

Kalau hal ini perumpaan ini yang dimaksud adalah tentang istri, orang-orang yang di rumah kita maka benar solusi yang tepat agar kita tidak terjebak pada slogan ini adalah dengan menundukkan pandangan, baik dalam hal kekayaan dunia, harta ataupun dalam masalah wanita, harus banyak menundukkan pandangan ini karena mengharap ridho dari Allah Subhanahu wata'ala. Karena balasannya jelas, pahala yang dihasilkan jelas karena ini perintah dari Allah Subhanahu wata'ala.

Demikian ikhwani fiddin wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah, tentang pentingnya kita menundukkan pandangan dalam perkara dunia agar Allah Subhanahu wata'ala mewarisi kepada hati kita rasa qona'ah dengan yang halal, rasa tenang (legowo) nerimo apa adanya dengan pemberian Allah Subhanahu wata'ala, menerima ketentuan dan takdir Allah Subhanahu wata'ala yang baik ataupun yang buruk, mencintai orang-orang yang lemah (fuqoro wa masakin) tidak iri dan hasad pada orang-orang kaya dan seterusnya, buah yang dihasilkan dari menundukkan pandangan secara maknawi.

هذا ما أقول لكم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  


✏ Disalin oleh Tim Transkrip 
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
📚 Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar