Minggu, 03 Mei 2015

Racun Hati #6


بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته 

إِنَّ الْحَمْدَ الله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛

Ayyuhal ikhwah wal akhwat fillah rohimani wa rohimakumullah, pada halaqoh yang keduapuluh delapan ini melanjutkan keterangan tentang racun hati yang kedua (fudhulul nadzor).

Disini Syeikh menjelaskan tentang kaitannya hati dengan mata, beliau berkata "Telah berkata para dokter hati, bahwa antara mata dan hati itu ada celah dan jalan".

Siapa yang dimaksud dengan attibaul qulub? Tentu yang dimaksud attibaul qulub asalnya adalah para rasul dan al anbiya, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, ‘ittiba dengan para anbiya, ‘ittiba dengan nabi shalallahu’alaihi wassalam, itulah attibaul qulub (dokter-dokter hati).

Sebagaimana nukilan dari Ibnu Qoyyim rahimahullata’ala tatkala menjelaskan tentang kekeliruan sebagian kelompok yang menggunakan cara untuk mensucikan jiwa dengan cara-cara yang tidak diajarkan oleh para nabi dan rasul. Dalam nukilan tersebut Ibnu Qoyyim mengatakan :
“Gambaran orang yang mentazkiyatun nufus (mensucikan jiwanya) dengan cara yang tidak diajarkan Rasul shalallahu’alaihi wassalam atau para anbiya.”  Kata Imam Ibnu Qoyyim

ومن زكى نفسه 

"Barangsiapa mensucikan jiwanya dengan cara:  

بالرياضة

-  Riyadhah yaitu berdzikir sekian kali tapi mungkin dzikir disini tidak diajarkan jumlahnya oleh Rasul shalallahu’alaihi wassalam, 

والخلوة

-  dan juga dengan cara khalwat (menepi, bertapa di gua dan seterusnya)

والمجاهدة

-  atau mujahadah atau proses ritual tertentu untuk mensucikan jiwa di malam hari, di sepertiga malam terakhir dipandu oleh mursyid dan seterusnya,

الذي لم يجئ بها الرسل 

yang tidak pernah diajarkan atau dicontohkan oleh para rasul.

كالمريض الذي يعالج نفسه برأيه، فأين يقع رأيه من معرفة الطبيب

Maka perumpamaan orang yang mensucikan jiwanya dengan cara seperti ini Ibnu Qoyyim seperti orang yang mengobati penyakit yang ada pada dirinya, penyakit dhohir, penyakit seperti biasa, dengan menurut resep sendiri. Maka bagaimana mungkin pengetahuannya atau pendapatnya atau resepnya berkaitan dengan obat yang akan digunakan dirinya akan sama dengan resep atau obat yang digunakan oleh dokter, tentu berbeda.”  

فالرسل أطباء القلوب

Maka para Rasul itulah dokter-dokter hati. 

Artinya Siapapun yang ingin mencari cara yang benar di dalam tazkiyatun nufus (mensucikan jiwa) agar bersih, selamat di hari berjumpa dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla adalah dengan cara yang digunakan oleh dokter-dokter hati yaitu para Rasul, dan yang mengikuti mereka dengan baik yaitu pengikut mereka, para ulama. Dan para ulama adalah warasatul anbiya (pewaris para nabi).

Disini Nukilan dikatakan oleh syeikh DR. Ahmad farid "Telah berkata dokter-dokter hati bahwa antara mata dan hati itu ada jalan atau ruang menunju kesana, ada keterkaitan, maka apabila mata itu rusak dan mata itu berpenyakit maka rusak dan berpenyakit pula hati tersebut.” Artinya kalau mata rusak dan berpenyakit karena sebab banyaknya memandang yang haram, dan maksiat maka hal itu akan juga mengalir menjadikan sebab kerusakan hati dan juga penyakitnya hati.

Maka hati akan menjadi seperti tong sampah, tempat najis, kotoran dan bau yang tidak sedap. Sehingga hati tidak layak lagi digunakan untuk menetapnya ma’rifatullah, tempat tinggalnya ma’rifatullah, juga tidak layak lagi untuk mencintai Allāh dan juga inabah kepadaNya, dan juga cinta kepadaNya dan gembira tatkala dekat dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Hati sudah tidak layak untuk itu semua, atau hati itu akhirnya menjadi tempat dari lawan itu semua. Tempat apa? Tempat kebencian kepada Allāh, tempat tidak lagi mengenal Allāh, tempat menjauh dari Allāh, tidak ada lagi rasa cinta dan suka dan senang tatkala dekat dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sehingga adanya adalah menolak dan membenci serta tidak menerima takdir Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kemudian kata Syeikh “Melepas pandangan secara liar adalah maksiat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla,”  sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَرِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذٰلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

"Katakanlah kepada Laki-laki yang beriman agar mereka menundukkan pandangannya, dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”

Dan tidaklah bahagia bagi orang yang bahagia di dunia melainkan dengan menjalankan perintah Allāh, demikian pula tidak ada keberuntungan/tidak ada keselamatan bagi seorang hamba di akhirat kelak kecuali dengan menjalankan perintah-perintah Allāh azza wajala. Ini perintah untuk menundukkan pandangan. Selain petaka yang telah disebutkan sebelumnya, juga bahwa melepas secara  liar kepada hal-hal yang diharamkan itu juga memberikan talbis kepada hati sehingga hati terselimuti dengan kegelapan. 

Berbeda halnya tatkala menundukkan pandangan karena Allāh maka Allāh akan memberikan kepadanya pakaian cahaya. Allāh Subhānahu wa Ta'āla  telah menyebutkan dalam surat An Nur tadi dan di ayat 35:

اللهُ نُورُ السَّمَٰوٰتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَوٰةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ

"Allāh itu adalah cahaya langit dan bumi, perumpamaan cahaya Allāh seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita yang besar.”

Allāh menyebutkan ayat ini adalah setelah firmannya Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَرِهِمْ

Maka ikhwah fiddin ‘azzani warohimani wa rohimakumullah, demikian kita harus menjaga pandangan kita agar Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyelimutkan dan memakaikan cahaya pada hati kita, karena sesungguhnya jalan untuk kita bisa meraih ilmu juga diantaranya menjaga dari ma’siat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Karena ilmu itu cahaya. Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak akan diberikan kepada orang-orang yang berma’siat. 


هذا ما أقول لكم
والله تعالى أعلى وأعلم بالصواب 
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين
ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  

 
✏ Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
📚 Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar