Senin, 04 Mei 2015
Macam-Macam Hati #2
🔗 Qolbu Mayyit
👤 Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ الله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. لا نبيّ ولا رسول بعده. أَمَّا بَعْدُ؛
Ikhwanī wa akhawatī fillah rohimani wa rohimakumullah jami’an, alhamdulillāh pada kesempatan hari ini di halaqoh yang keduabelas, in syā Allāh kita masuk ke bahasan Macam-Macam Hati yang kedua yaitu Hati Yang Mati atau Mayyit (al-Qolbu al-Mayyitu).
Apa itu qolbu mayyit atau hati yang mati itu ?
Berkata Syeikh DR Ahmad Farid hafidzhohullāhu ta'āla Qolbu Mayyit berarti adalah lawan dari qolbu salim, karena qolbu salim adalah qolbu yang sehat, yang selamat, sedang qolbu mayyit adalah qolbu yang mati atau hati yang mati.
Apa gambarannya ?
Dijelaskan oleh Syaikh, yaitu hati yang tidak mengenal Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebagai Rabbnya. Tidak mengenal dengan makrifat sebenar-benarnya. Mungkin masih mengenal, tapi tidak mengenal sebenarnya, karena sejatinya orang yang mengenal Allāh Subhānahu wa Ta'āla semakin lari menuju Allāh Subhānahu wa Ta'āla, lari mendatangiNya, semakin taat dan beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, semakin cinta dan takut kepadaNya.
Sebagaimana dituturkan oleh Imam Ibnul Qoyyim rahimahullāhu Ta'āla:
من كان لله أعرف كان له أخوف، ومن كان لله أعرف كان له أحبّ
"Barangsiapa yang lebih mengenal Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka dia lebih takut kepadaNya dan Barangsiapa yang lebih mengenal Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka dia lebih mencintai Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Jadi qolbu mayyit adalah qolbu yang tidak mengenal Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dengan makrifat yang sebenarnya. Sehingga dia tidak beribadah kepada Allāh dengan perintahnya dan tidak beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla sesuai dengan yang dicintai dan diridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Karena sejatinya ibadah itu pertama harus sesuai dengan perintah, yang kedua ibadah itu adalah perkara yang harus yang dicintai dan yang diridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Itulah baru dinamakan dengan ibadah.
Sebagaimana yang dituturkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullāhu ta'āla :
العبادة: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأفعال الظاهرة والباطنة
"Nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla baik ucapan maupun perbuatan (lahir atau batin) itu ibadah, adalah sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Dan qalbu mayyit ini adalah tidak beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan ini, tidak beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan perkara yang Allāh cintai dan Allāh ridhai.
Bahkan hati yang mati ini hati yang berdiri, berjalan dengan syahwatnya dan kelezatan dunia. Meskipun di sana mungkin ada kemurkaan Allāh atau kemarahan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Apabila dia sukses dengan syahwatnya, dia berhasil untuk mendapatkan syahwatnya /bagian dunia, dia tidak peduli apakah Allāh ridha ataukah Allāh murka.
Hati yang betul-betul hanya bergerak untuk tunduk kepada hawa, hati yang memerintahkan anggota badannya untuk melakukan aktivitas amaliah sesuai dengan selera dirinya hanya karena dunia dan kelezatannya, tidak peduli apakah Rabbnya Ridha atau Rabbnya murka. Menerjang yang haram, atau menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang halal, tidak peduli Allāh ridha atau tidak, yang penting syahwat terpenuhi, yang penting perutnya kenyang, yang penting syahwatnya terlampiaskan. Naudzubillāh. Dan hati ini, hati yang beribadah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Hati yang tidak menyembah Allāh, tapi menyembah hawa nafsunya, hawa nafsu sebagai tuhannya. Hati yang menyembah selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, menyembah dunia, menyembah syaitan, menyembah hawa, menyembah akal. Jadi Tuhannya bukan lagi Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Ini adalah hatinya orang-orang musyrik, hatinya orang-orang kafir.
Sehingga tadi kalau dikatakan bahwa hati ini tidak mengenal Rabbnya, na'am, maksudnya adalah tidak mengenal dengan makrifat yang sebenarnya. Sehingga mereka menyangka, bahwa mereka menyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tetapi sejatinya tidak menyembah sama sekali, justru mereka berbuat syirik pada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Orang yang memiliki hati seperti ini menyangka bahwa dirinya menyembah Allāh, padahal justru hakekatnya menyembah selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Allāh jelaskan keadaan mereka sebenarnya :
وما يؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون
"Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allāh kecuali mereka berbuat syirik" .
Yakni sejatinya mereka tidak beriman kepada Allāh dengan iman yang benar, mereka hanya meyakini bahwa Allāh penciptanya, Allāh yang mengatur rezekinya, Allāh yang menghidupkannya, Allāh yang mematikannya. Namun adapun ibadah, mereka beribadah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Perkara dunia mereka meminta kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, penglarisan, rizkinya, pesugihan, meminta kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Meminta kepada kubur-kubur orang shaleh, meminta kepada tempat-tempat yang dikeramatkan, na'udzubillāh.
Ini adalah qolbu yang mayyit. Hati yang keras, yang mati, tidak mengenal Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Padahal Allāh lah yang berhak untuk diibadahi, bukan selainNya. Padahal Allāhlah yang berhak untuk disembah, bukan selainNya.
Kalaupun hati ini akan mencintai, maka mencintai karena hawa, karena selera, karena kecenderungannya. Kalaupun membenci, membenci karena hawa, selera. Karena hawa itu menyeret pelakunya ke dalam neraka, menjatuhkan pelakunya ke dalam neraka. هوى -يهوي: jatuh tersungkur.
Kalaupun harus memberi, maka memberi karena ada dorongan hawa nafsunya, seleranya, kecenderungannya, bukan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Kalaupun dia harus mencegah pemberian, karena adanya dorongan dari hawanya, seleranya, kecenderungan jiwanya, bukan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Maka hawanya ini, kecenderungan dan seleranya itu lebih diutamakan baginya dan hawa nafsunya, kecenderungannya, seleranya lebih dicintai daripada ridha Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Hawa, kecenderungan, seleranya menjadi pemimpinnya dan syahwat adalah penuntunnya, dan kebodohan adalah sopirnya dan kelalaian adalah tunggangannya.
Dan dia di dalam berfikir untuk meraih tujuan-tujuan dunia itu sampai mabuk kepayang, demikian pula kecintaannya terhadap hawa nafsu dan dunia itu menjadikannya mabuk kepayang pula. Hati ini digambarkan adalah hati yang diseru ke jalan Allāh, hati yang diseru kepada Allāh dan untuk ke negeri akhirat dari tempat yang jauh. Ini adalah ibarat/ gambaran, kalau kita gambarkan, orang dipanggil dari tempat yang jauh, yang memanggil diujung Timur, sedang yang dipanggilnya adalah yang diujung Barat, maka apakah mungkin akan menggubris ? Mendengarkan ? Menoleh ? Memperhatikan panggilannya ? Tentu tidak.!!!
Demikianlah hati yang mayyit itu/hati yang mati itu, di sini yang memberikan nasehat, di sini yang memberikan tausiah, sedang dia di sana, jauh. Maka hati yang seperti ini, pemilik hati yang seperti ini tidak menyambut seruan penasehat, seruan orang-orang yang memberikan nasihat kepadanya.
Bahkan sebaliknya, dia mengikuti seluruh syetan yang sesat, seluruh ajakan syaitan yang membujuknya kepada arah kenistaan dan kehancuran. Dia tidak menyambut seruan orang-orang yang memberikan nasehat kepadanya, dia tidak mendatangi seruan orang-orang yang memberikan nasehat kepadanya, untuk tunduk hatinya, khusyuk di dalam mendengarkan nasehat, seolah-olah hatinya telah terkunci mati, ada gembok yang menggemboknya, sehingga sulit untuk dibuka.
Ini yang dikatakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﺳَﻮَﺍﺀٌ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺀَﺃَﻧْﺬَﺭْﺗَﻬُﻢْ ﺃَﻡْ ﻟَﻢْ ﺗُﻨْﺬِﺭْﻫُﻢْ ﻻ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥ
"Sesungguhnya orang-orang kafir itu, sama saja kamu beri peringatan (wahai Muhammad) kepada mereka atau kamu tidak beri peringatan, sama saja bagi mereka tidak akan beriman.
ختم الله على قلوبهم وعلى سمعهم، وعلى أبصارهم غشاوة، ولهم عذاب عظيم
Allāh telah mengunci mati hati mereka dan pendengaran mereka dan pada pandangan mereka ada penutup (untuk melihat kebenaran). Dan bagi mereka azab yang sangat pedih."
(QS. Al-Baqarah: 6-7)
Bahkan bukan justru mengikuti seruan orang-orang yang memberikan nasehat kepadanya/ peringatan kepadanya, bahkan dia justru mengikuti syaitan yang membujuk rayu kepadanya. Dia mengikuti justru setiap syaitan yang sesat, yang mengarahkan kepada kesesatan, yang membujuk rayunya untuk berbuat kemungkaran, kenistaan dan kehancuran.
Dunialah yang menjadikan dia murka atau ridha, bukan karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Bukan karena sebab akhirat dia marah, bukan karena sebab akhirat dia ridha, tetapi karena dunia dan dunia, kelezatannya, syahwatnya dan hal-hal yang menipunya.
Demikian pula Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menggambarkan keadaan orang-orang ini (para pemilik hati mayyit) dalam Qur'an surat Ibrahim ayat 2 & ayat 3 :
ِﻭَﻭَﻳْﻞٌ ﻟِﻠْﻜَﺎﻓِﺮِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻋَﺬَﺍﺏٍ ﺷَﺪِﻳﺪٍ ((٢
ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﺤِﺒُّﻮﻥَ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓَ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻵﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻳَﺼُﺪُّﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻳَﺒْﻐُﻮﻧَﻬَﺎ ﻋِﻮَﺟًﺎ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻓِﻲ ﺿَﻼﻝٍ ﺑَﻌِﻴﺪٍ ((٣
"Celakalah orang-orang yang ingkar kepada Tuhannya, karena siksaanya sangat berat. Yaitu orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan menginginkan jalan yang bengkok, mereka itulah orang yang berada dalam kesesatan yang jauh."
Syeikh melanjutkan tentang keadaan hati yang mati ini, dan hawa, kecenderungan terhadap syahwatnya, itu membuatnya tuli dan buta dari perkara selain yang batil. Artinya terhadap kebenaran dia buta, dia tuli, dia tidak bisa melihat kebenaran dan tidak bisa mengatakan kebenaran. Di depannya seolah-olah ada dinding yang membatasinya yang menutupinya, yang kokoh, sehingga dia tidak bisa melihat.
Artinya, di dalam perkara kebathilan dia seolah-olah tuli dan buta, membiarkan bahkan yang menjadi orang yang terdepan mengajak manusia kepada kebathilan dan memberikan dengungan slogan-slogan kebathilan. Tapi di dalam kebenaran, seolah dia tuli dan buta, tidak mau tahu menahu, seolah-olah di depannya ada dinding yang kokoh yang menghalanginya dari matanya, sehingga tidak bisa melihat yang haq itu haq, bathil itu bathil, benar itu benar, salah itu salah. Mata hatinya telah mati, tidak bisa membedakan yang benar dan yang bathil. Bahkan sebaliknya dia adalah sebagai Penggerak yang terdepan untuk menyerukan kebatilan. Dan dia adalah orang yang paling bisu dalam perkara kebenaran. Orang yang paling buta dalam perkara kebenaran.
Dan kata Syeikh: maka bergaul dengan orang yang yang memiki hati seperti ini adalah penyakit. Justru akan menggerogoti akidah kita, penyakit kronis yang akan merusak dan menghancurkan tubuh kita, yaitu islam kita, iman kita, penyakit yang akan merusak keyakinan kita. Dan berteman dengannya adalah racun, subhānallāh. Bergaul dan berteman dengan orang seperti ini seperti minum racun. Siapapun orang yang minum racun dalam dosis yang tertentu, pasti dia akan mati.
Demikianlah orang yang bergaul berteman dengan orang yang memiliki hati mayyit ini juga ikut mati hatinya, keras, sehingga tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Tidak bisa beribadah kepada Allāh dengan ibadah yang benar, yang dituntunkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Maka benar apa kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
المرء على دين خليله
"Seseorang itu tergantung agama temannya".
👉kalau agama temannya baik maka tentu agamanya akan baik (akhlak, ibadahnya) pula, sebaliknya apabila agama teman dekat nya rusak, maka rusak pula agamanya".
Maka berteman/bergaul dengan teman yang memiliki hati mayyit itu adalah kematian seperti minum racun. Dan berduduk-duduk dengannya adalah kehancuran.
Na'am, boleh seseorang mungkin duduk-duduk dgn orang kuffar (ahlul dunia), tapi dalam sebatas keperluan dunia bukan seterusnya, dia tidak boleh mengambil agama, dia tidak boleh bercampur baur yang menyebabkan aqidahnya, ibadah dan akhlaknya rusak, hancur semuanya. Karena duduk-duduk dengan orang sepertu ini adalah kehancuran, kehancuran bagi masa depannya, yaitu akhirat, karna masa depan bagi seorang muslim adalah akhirat.
Jangan sampai dengan slogan toleransi, tapi kebablasan, yang berlebihan, sehingga menjadikan seolah-olah sama, mereka merayakan hari raya, kita mengukuti hari raya mereka, ini adalah keruskan hati, kematian bagi hati. Karena Allāh telah berfirman, mengingatkan RasulNya untuk menyatakan :
لكم دينكم ولي دين
"Bagimu, agamamu, dan bagiku agamaku".
(Qs. Al-Kafirun: 6)
Jadi toleransi tidak bisa dibenarkan untuk mengatakan semua agama itu benar.
Karena Agama yang di ridhai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla hanya Islam. Allāh berfirman :
إن الدين عند الله الإسلام
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allāh hanyalah Islam".
Adapun agama-agama yang lain sudah dirubah oleh pemeluknya, tidak ada jaminan keotentikannya. Berbada dengan Islam, Allāh berfirman :
إنا نحن نزلنا الذكرى وإنا له لحافظون
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz-Dzikro, dan Kamilah yang menjaganya".
✅Makna Adz-Dzikro: Al-Quran dan As-Sunnah.
Allāh yang langsung menjaga keotentikan Qur'an dan hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shahih, sehingga Islam tidak diragukan akan kebenarannya.
Sehingga mari, dengan mempelajari, mengenal betapa rusaknya hati yang mati ini, dan bahayanya pengaruh buruk yang ditimbulkan dari hati yang mati ini, bergaul dengannya, maka kita harus mengambil ibrah, pelajaran, untuk berhati-hati, dalam kita duduk bergaul, berteman dengan pemilik hati seperti ini.
Merekalah orang-orang kafir, mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allāh dan RasulNya. Maka jangan sampai bentuk tasyabuh kita, menyerupai mereka secara zahir, itu justru akan menyeret kita menyerupai secara bathin.
Makanya, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam melarang untuk tasyabuh :
من تشبه بقوم فهو منهم
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia bagian dari kaum tersebut."
Bagian dari mereka, kenapa ?
Karena orang yang mengikuti secara lahiriah, maka bathin pun akan mengikuti alias bathinnya kafir, hatinya tidak lagi beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Hatinya sudah tidak lagi mengagungkan Allāh, dengan pengagungan sebenarnya. Hatinya sudah tidak lagi mengenal Allāh dengan sebenar-benar makrifat yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian ikhwani fiddīn wa akhawati fillāh rahimani warahumakumullāh, semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengokohkan keyakinan kita dan menunjuki hati kita kepada kebenaran dan menampakkan yang benar itu benar dan yang bathil itu bathil. Menampakkan kepada kebenaran itu benar, kemudian kita diberi rizki untuk mengikutinya dan menampakkan yang bathil itu bathil dan diberi rizki untuk menjauhinya.
نسأل الله العافية والسلامة في الدنيا والآخرة
هذا ما أقول لكم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين
ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
✏ Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
📚 Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar