Senin, 04 Mei 2015
Macam-Macam Hati #1
🔗 Qolbu Salim
👤 Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ الله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
Ikhwanī wa akhawatī fillah rohimani wa rohimakumullah jami’an, kita bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla di bulan Romadhon yang mulia ini, kita masih dimudahkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk melakukan rangkaian kegiatan amal ibadah yang dicintai dan diridhoi oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Diantaranya adalah mempelajari agama Allāh Subhānahu wa Ta'āla yaitu kaitannya dengan Tazkiyatun Nufus. Pada halaqoh yang kesebelas ini, insyaaAllah kita akan membahas yang terpenting dari bab ini, yaitu bab ketiga bab Macam-Macam Hati dan Ragamnya Hati.
Muallif Syaikh DR Ahmad Farid hafidzohuLLahuta’ala, mengawali pembicaraan ini dengan membawakan dalil firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dimintai pertanggungjawabannya” (QS Al-Israa ayat 36)
Kemudian Syaikh menjelaskan betapa pentingnya kedudukan hati bagi anggota badan ini, beliau menerangkan, “Tatkala hati kedudukannya bagi anggota badan ini ibarat Raja yang mengatur prajurit yang semua kembali kepada perintahnya, dan hati akan memerintahkan anggota badan sekehendaknya. Semua dibawah penghambaan kepada hati, dan kekuasaannya. Dari hatilah akan diraih keistiqomahan dan penyimpangan. Artinya kalau hati ini lurus, maka akan lurus pula amal anggota badan, kalau hati ini menyimpang dan tersesat demikian pula akan menyimpang pulalah amaliah anggota badan.
Dan anggota badan akan mengikuti apa yang telah diikat oleh hati ini, dari perkara tekad ataukah melepaskannya. Artinya kalau hati bertekad maka akan terlaksana, karena hati telah mengikat sebuah perkara, sebuah tekad, dan kalau hati ini melepaskannya, maka tidak terjadi.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, yang apabila segumpal daging ini baik, maka akan baiklah seluruh anggota badan, dan apabila segumpal daging ini rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad, ketahuilah ini adalah hati”. (HR Imam Bukhori dan Muslim)
Maka hati adalah raja bagi anggota badan, bagi jasad ini, sedangkan jasad adalah pelaksana atau eksekutor bagi titah hati ini, yang siap menerima arahan apa yang datang dari hati. Sehingga suatu amalan apapun tidak akan lurus sampai kembali kepada maksud dan niat hati. Baik amal baik atau amal buruk, kalau ada maksud dan niat dari hati, maka akan tergerak menjadi sebuah amalan. Maka hati inilah yang akan dimintai pertanggungjawaban atas semua yang digerakan oleh jasad, yang diamalkan oleh anggota badan, karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggujawaban atas yang dipimpinnya.
Yakni maksudnya Syaikh ingin menjelaskan disini kaitananya dengan dalil yang pertama tadi, bahwa semua akan dimintai pertanggungjawaban termasuk didalamnya hati. Hati akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh anggota badan ini, karena hati adalah rajanya atau pemimpinnya, sehingga pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Ketika demikian pentingnya perannya hati bagi anggota badan ini, maka Syaikh kemudian mengatakan, maka perhatian untuk membenarkan, meluruskan hati ini lebih utama, apa yang menjadi sandaran orang-orang yang berjalan menuju Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Karena orang-orang yang berjalan menuju Allāh Subhānahu wa Ta'āla ini mensucikan jiwanya, terkadang menggunakan cara-cara yang keliru di dalam meraih tazkiyatun nufus. Maka yang perlu diperhatikan orang yang menempuh jalan pada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, menuju perjumpaan dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka adalah memperbaiki hatinya. Karena tatkala hati itu baik, maka amaliah lahiriyah baik pula.
Demikian pula berarti mengkaji akan penyakit-penyakit hati, dan juga mengobati penyakit-penyakit hati adalah hal yang terpenting yang harus ditempuh orang-orang yang ahli ibadah. Ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam telah menjelaskan bahwa apabila segumpal daging ini baik, maka baik pula anggota badan, dan segumpal daging ini buruk, maka buruk pula anggota badan. Berarti secara tidak langsung Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan bahwa ada hati yang baik dan hati yang tidak baik.
Kemudian Syaikh mengakatan, manakala hati disifati ada hati yang hidup atau sebaliknya hati yang mati, maka berarti sesuai dengan itu, hati terbagi menjadi 3 macam:
Qolbu Shohih atau Qalbu Salim
Qolbu Mayyit
Qolbu Mariidh
Apa itu Qolbu Shohih, maka diterangkan oleh Syaikh, Qolbu Shohih adalah qolbu salim, yaitu yang tidak akan selamat pada hari kiamat, kecuali siapa saja yang datang kepada Allah dengan qalbu salim ini. Itu yang dimaksud dengan qolbu salim, yaitu tidak ada keselamatan bagi orang yang datang kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla pada hari kiamat, kecuali yang datang dengan hati ini. Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla :
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“Adalah hari dimana tidak bermanfaat harta dan anak keturunan, kecuali orang-orang yang datang pada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan hati yang salim, hati yang selamat”. (QS Asy-Syu’ara' ayat 88-89)
Ada juga yang mengatakan makna qolbu shohih dalam pengertian yang lain, yaitu:
Hati yang selamat dari segala syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan laranganNya.
Dan yang selamat dari segala bentuk shubhat kerancuan yang sehingga menentang dan menolak berita dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla .
Adalah hati yang selamat dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Artinya hati yang betul-betul hanya beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tunduk dan taat hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, ikhlas, memurnikan ibadah hanya karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan mereka tidaklah diperintahkan, melainkan agar memurnikan ibadah hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Yang selamat dari menjadikan hakim selain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dia ridho dan rela menerima sepenuhnya bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjadi hakim baginya. Ketika sepeninggal Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shohihah itulah yang menjadi sumber hukum, yang menjadi hakim atau penentu di dalam dia memutuskan segala permasalahan setelah kitabullah, yakni Al-Qur’an.
Karena hal ini telah disebutkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla , bahwa mereka tidak akan beriman, sampai menjadikan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai hakim satu-satunya. Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً
“Maka demi Robbmu mereka tidak beriman, sebelum mereka menjadikan engkau Muhammad sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, sehingga kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.“ (QS An-nisaa ayat 65)
Jadi ciri atau makna dari hati yang salim adalah hati yang selamat dari menjadikan selain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai hakim.
Hati yang rela dan ridho Allah sebagai Tuhannya, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam sebagai Nabi dan utusanNya. Sebagaimana yang dipanjatkan dalam doa-doa pagi dan petang:
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
“Aku rela Allah sebagai Robbku, Islam sebagai agamaku dan aku rela Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebagai nabiku”
KemudianSyaikh menjelaskan, maka hati yang salim itu adalah hati yang ikhlas ibadahnya hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla , baik itu kehendaknya, cintanya, tawakkalnya, inabahnya, ikhbatnya, rasa ketundukannya, khosyahnya (takut yang disertai pengagungan) dan rasa harapnya hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah, sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Robb semesta alam”.
Satu-satunya Robb yang berhak untuk diibadahi, karena Dialah Robb semesta alam, yang memberi rizki seluruh alam, sehingga hanyalah Dia yang berhak untuk diibadahi. Maka hanyalah Dia yang kita palingkan seluruh bentuk ibadah kita hanya kepadanya tidak kepada selainNya.
Inilah hati yang salim, hati yang BERTAUHID, yang memurnikan ibadah hanya untuk Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Kalaupun dia harus mencintai, maka mencintai seorang atau sesuatu di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla . Kalaupun harus membenci adalah membeci karena Allah ataupun di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Kalaupun harus memberi, memberi karena Allah, kalaupun harus mencegah pemberian, mencegah pemberian karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Ini terangkum dalam satu hadits yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, termasuk katagori kesempurnaan iman. Berarti hati yang salim adalah hati yang menuju kesempurnaan iman.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ
“Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci sesuatu karena Allah, memberi pemberian karena Allah dan mencegah pemberian karena Allah, maka sungguh telah sempurna keimanannya.”
Kemudian Syaikh melanjutkan penjelasannya, bahwa tidak cukup hati dikatakan hati yang salim, sehingga hati itu betul-betul selamat dari ketundukan, kepatuhan dan menjadikan hakim kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan RosulNya. Sehingga betul-betul menjadikan ketundukan dan menjadikan hakim hanya kepada Allah dan RosulNya. Sehingga mengikat hatinya dengan simpul ikatan yang kuat untuk menyempurnakan dan meneladani sepenuhnya satu-satunya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saja, tanpa seorang siapapun baik dalam ucapan ataupun perbuatan, sehingga tidak mendahului dihadapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hal keyakinan. Artinya tidak boleh keluar dari keyakinan yang diyakini oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tidak pula dalam ucapan, tidak pula dalam amalan.
Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian bersikap lancang mendahului Allah dan RosulNya, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Hujurat ayat 1).
Artinya tidak berani mendahului Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hal keyakinan, ucapan maupun perbuatan, sehingga meskipun kita menghormati ulama pada kedudukannya yang mulia, tapi jangan sampai pendapat ulama itu lancang mendahului pendapat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Atau membenarkan keyakinan dari orang-orang yang berilmu yang keyakinan ini bertentangan dengan keyakinan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, atau ucapan yang boleh berbeda dengan ucapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, atau dari perbuatan amaliah ibadah dari seorang yang kita anggap berilmu yang bertentangan dengan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Sehingga tidak akan sempurna, tidak akan salim hati ini, sampai kita betul-betul menjadikan Allah satu-satunya dalam tujuan kita beribadah dan menjadikan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam satu-satu nya dalam panutan.
Oleh karenanya Imam Syafi’i rahimahullahu ta’ala, meski banyak dicintai, diikuti madzhabnya, tapi beliau tetap menganjurkan bagi siapa saja yang mendapati ucapanya bertentangan dengan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, untuk mengikuti sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Imam Syafi’i berkata:
من استبانت له سنة رسول الله فلا يحل له أن يدعها لقول أحد
“Barang siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam (hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) {menganjurkan demikian, mewajibkan perbuatan demikian, kemudian dia dapati ada ucapan ulama atau seorang alim atau siapa pun yang bertentangan dengan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ini}, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan sunnah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam karena mengikuti ucapan seseorang sealim apapun”.
Kalau jelas-jelas bertentangan secara nash dengan hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka ucapan seseorang itu harus ditinggalkan. Demikian pula para ulama ahlus sunnah yang lainnya, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Malik bin Anas, rahimahumullahu ta’ala jamiian (semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla merahmati mereka semua). Maka mereka pasti menyarankan, tatkala ucapan mereka bertentangan dengan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ataupun bertentangan dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla , pasti menganjurkan untuk mendahulukan firman Allah dan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikianlah hati yang salim, hati yang selamat dari segala bentuk syubhat dan syahwat, hati yang selamat dari segala bentuk penghambaan diri kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla , hati yang selamat dari yang menjadikan panutan kepada selain Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam. Maka mari, terkhusus di bulan Romadhon ini, luruskan hati ini, dan juga di bulan-bulan yang lainnya untuk menjadikan hati kita, hati yang salim, yang selamat sepenuhnya, tunduk di dalam beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan menjadikan sepenuhnya menerima keputusan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Demikian.
والله تعلى و أعلم بالصواب
آخر دعوانا أن الحمد الله ربّ العالمين و بارك الله فيكم
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
✏ Disalin oleh Tim Transkrip
🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
📚 Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar