Dahsyatnya Dampak dari Memahami Al Qur’an
Jika kamu perhatikan para ulama besar, mereka sangat memperhatikan pentingnya Bahasa Arab. Mengapa? Karena itulah yang menjaga agama. Menjaga integritas agama kita. Menjaga pemahaman yang tepat dari agama ini. Dan mungkin yang terpenting dari semuanya adalah Bahasa Arab dapat menjaga sholatmu. Bahasa Arab akan menjaga perilaku kita dalam berdiri di hadapan Allah. Ketika Imam sedang membaca kata-kata dari Allah, kita seharusnya merasakan pengalaman spritual, karena perkataan dari Allah sedang dibacakan. Mukjizat Allah sedang dihadirkan di hadapan kita. Namun, kita malah berdiri sambil menguap. Karena tidak paham apa yang dibacakan imam. Ini kan tragis.
Kata-kata yang sama sering dibacakan pada kita di saat sholat tarawih. Kata-kata yang sama dibacakan juga kepada Umar r.a. ketika ia belum menjadi muslim kala itu. Ketika Nabi Muhammad membacanya, Umar kabur karena takut. Kata-kata yang sama dibacakan juga kepada Tufail Ibnu Amar Ad-Dausi, seorang pemimpin suku yang datang ke Mekah. Ia lihat Nabi Muhammad membaca Al-Qur’an, ia berkata: “Saya dengar orang ini bisa bikin orang jadi gila bila mendengarnya.” Maka ia sumbat telinganya, lalu ia lari. Kemudian ia berhenti dan berkata: “Ngapain saya lari? Itu kan cuma kata-kata, saya bisa tahan kok.” Maka ia lepas sumbat telinganya, kemudian ia kembali dan mendegar yang diucapkan Rasulullah, ia langsung bersyahadat, lalu menceritakan ceritanya ini kepada kita. Ia cuma dengar kata-kata, namun langsung bersyahadat.
Ini (Al Qur’an) adalah kata-kata yang dibenci oleh orang-orang yang membenci Rasulullah, seperti Al-Akhnas bin Syuraiq, Abu Sufyan sebelum ia menjadi muslim, dan Abu Jahal. Apa kamu tahu apa yang orang-orang ini lakukan menurut sejarah Ibnu Ishaq? Mereka biasa mengunjungi rumah Rasulullah setiap malam. Yang satu nguping di satu sisi dinding untuk dengerin Al-Qur’an, yang satu lagi nguping di sisi satunya, dan sisanya nguping dari sisi lainnya. Mereka diam-diam pulang sebelum terbit matahari, tapi kemudian mereka saling berpapasan. Mereka pun saling bertanya: “Kamu lagi apa di sini?”, “Lah kamu sendiri lagi ngapain disini?”. Mereka ketagihan mendengarkan Al-Qur’an, mereka saling bersumpah untuk tidak datang lagi, tapi mereka saling berpapasan lagi keesokan harinya. Mereka bikin sumpah lagi, tapi saling berpapasan lagi di hari yang ketiga, mereka diam-diam ingin mendegarkan Al-Qur’an. Mereka berkata: “Jika ada yang lihat kita, maka kita bisa kehilangan wibawa” (karena mereka-lah yang bilang: “Jangan dengarkan orang ini.”)
Orang-orang kafir pada zaman itu, lebih ketagihan untuk mendegarkan Al-Qur’an ketimbang umat Islam di zaman sekarang. Apa gak sedih dengarnya? Ini kan tragis!. Ada yang efeknya lebih hebat lagi, di kisah Utbah Ibn Rabi’ah. Ia mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia itu tukang debat politik, suka menghina lawan bicaranya, sering mengintimidasi lawan bicaranya ketika berdebat. Ia berkata, “Kita tidak bisa mengatasi Muhammad” (ini orang kafir yang berbicara, mereka tidak menambahkan ‘Shallalahualaihi wassalam’ seperti kita). “Gimana kalau kamu saja yang berdebat dengannya, tunjukkan siapa yang lebih kuat?” Ia akhirnya pergi berbicara kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang-orang Quraish menonton dari kejauhan. Ini akan menjadi pertandingan yang seru menurut mereka. Ia akhirnya menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia kemudian mulai menghinanya. “Kamu mau apa? Uang? Perempuan? Kamu ingin kekuasaan? Apa itu yang menyebabkan kamu mengacaukan suku kita?” ia terus menghina Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Rasulullah hanya diam tenang dan mendengarkan, dan ketika orang itu sudah selesai membentak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berkata padanya: “Apa kamu telah selesai bicara? Bisa saya mulai bagian saya?” Utbah berkata: “Silahkan, coba kita lihat apa yang akan kamu katakan.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mulai membaca Al-Qur’an dan dalam beberapa detik, Utbah tidak bisa menahan air matanya kemudian ia berusaha menutup mulut Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
“Berhenti! Saya tidak tahan mendengarnya lagi”, sampai kemudian Rasulullah sampai pada ayat sajadah, lalu beliau pun sujud. Sehingga Utbah bisa pergi, orang Quraisy melihatnya dan berkata “Mukamu ketika pergi berbeda dengan ketika kamu kembali (seperti pasca operasi pembenahan muka).” Dia tidak menjadi muslim, akan tetapi ia sungguh telah ditaklukan oleh Al-Qur’an. Yang seperti itu tidak bisa dilakukan oleh Al-Qur’an terjemahan. Kekuatan al-Qur’an yang seperti itu hanya ada pada Al-Qur’an Bahasa Arab. Yang seperti itu yang seharusnya kita rasakan ketika kita sedang sholat.
[syahida.com/islamedia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar