Al-Qur’an Sebagai Pesan, Sekaligus Sebagai Mukjizat
Di setiap negeri muslim dimanapun mereka berada, jika mereka baca sesuatu yang bukan bahasa Arab, meskipun dari al-Qur’an, maka mereka tak akan anggap itu adalah al-Qur’an. Al-Qur’an menyebut: Alhamdulillahi rabbil alamin. Al-Qur’an tidak menyebut: segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Itu bukan Al-Qur’an. Jika kamu tanya, yang mana Al-Qur’an? Mereka menjawab, yang Alhamdulillahi rabbil alamin, bukan yang terjemahan. Hal ini sudah dipahami oleh setiap muslim. Tapi saya mau beri argumen yang lebih mendalam.
Ketika Allah Azza wa Jalla mengutus seorang rasul, ia akan berikan Mukjizat kepada sang Nabi untuk membantu tugasnya. Ini adalah aqidah dari setiap muslim, hal yang harus mereka yakini. Seorang nabi datang, dan akan memberitahukan hal yang sulit untuk diterima. Pagi ini saya ceritakan hal yang sama tentang ini pada seseorang. Coba kamu bayangkan kamu hidup 1000 tahun yang lalu, kemudian seorang tetanggamu datang kepadamu, lalu ia bilang: “Semalam seorang malaikat datang kepadaku memberikan wahyu dan malaikat itu memberitahu bahwa aku adalah Rasul Allah. Mulai sekarang apa yang saya katakan itu datangnya dari Allah yang dikirim melalui malaikat ini, bukan dari saya. Kamu selama ini mengenal saya sebagai tetangga, tapi mulai sekarang saya adalah Rasul Allah. Selain kamu harus yakin bahwa saya adalah utusan Allah, kamu pun harus melakukan segala yang saya perintahkan. Karena sebenarnya bukan saya yang memberi perintah kepadamu, saya memberimu perintah atas nama Allah.” Bayangkan bila tetanggamu memberitahu hal semacam ini. Sekarang bila ada yang memberitahukan hal semacam ini padamu, kita sebut ia adalah orang gila. Karena kita tahu, tidak ada lagi Rasul yang akan datang. Bayangkan situasi semacam ini beberapa ratus tahun yang lalu, tentu tidak mudah untuk meyakininya. Terlebih bila yang menyampaikan adalah pamanmu atau sepupumu sendiri. Apakah mudah meyakininya? Tentu tidak. Kebanyakan orang melihatnya sebagai hal yang lucu. “Bisa saya lihat gak malaikatnya?”, “Apa kamu yakin ada malaikat yang datang padamu?”, “Makan apa kamu tadi malam?”, “Apa kamu baik-baik saja?” Mereka pikir orang semacam ini sedang bercanda, pasti sedang tidak serius, atau dianggap memiliki kelainan psikologis. “Mungkin terjadi sesuatu padanya, karena biasanya ia normal tapi kenapa sekarang bicara seperti orang gila?”
Jika kita lihat Al-Qur’an, apa yang kaumnya katakan tentang Nabi Muhammad? Majnun (gila), sahir (tukang sihir), mashur. Ia tukang sihir. Ia kerasukan jin, ia gila, maka jangan dengarkan dia. Mungkin kita berfikir, “Kok bisa ya mereka menghina Rasulullah? Pasti mereka itu orang-orang yang kejam.” Tapi jika kamu letakkan dirimu di kondisi mereka saat itu, maka kamu akan paham, bahwa jika Rasulullah memintamu untuk percaya, itu bukanlah hal yang mudah. Pertama, ia memintamu untuk percaya atas sesuatu yang tidak dapat kamu lihat. Percaya akan adanya Tuhan itu mudah. Kalau saya bertemu orang lalu saya katakan: “Ada sesuatu yang menciptakan segalanya dan Ia maha Kuasa, apa kamu tahu itu?” Sebagian besar dari mereka akan katakan: “Saya sudah percaya akan adanya Tuhan. Itu tidak sulit untuk dipercaya.” Tapi jika ada yang mengatakan: “Tuhan telah menunjuk seserorang dan berbicara pada orang itu, kemudian memberitahukan padanya apa yang harus kita lakukan untuk-Nya.” Bagian inilah yang sulit, karena secara ilmiah, manusia tidak suka mengikuti manusia lainnya. Lebih mudah percaya kepada Allah ketimbang percaya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ataupun kepada nabi-nabi lainnya, sama saja masalahnya.
Maka ketika Allah mengutus Nabi, Allah akan memberikan sesuatu mukjizat untuk membantu tugas Rasulnya, sehingga kaumnya lebih mudah untuk yakin. Contohnya, pada Nabi Shaleh Alaihis Salaam, kaumnya tidak menerima apa yang ia sampaikan, mereka justru menghinanya. Allah berikan kepadanya unta betina, naqatullah (Unta Allah), unta itu muncul dari bebatuan yang terbelah, ia minum dari seluruh danau yang ada. Ini hanya mungkin bila datangnya dari Allah. Ketika kaumnya melihat itu, maka mereka yakin bahwa Nabi Shaleh itu memang utusan dari Allah.
Jika kamu berdiri disamping Nabi Musa Alaihis Salaam, ketika laut sedang terbelah, kamu sebelumnya mungkin akan ragu, “Orang ini mau membunuh kita ya?”. Ini ada di kitab perjanjian lama. Beberapa mereka menceritakan hal ini. “Orang ini ingin kita mati, kita punya 2 pilihan, apakah kita bani Israil tenggelam disini atau kita dibantai oleh tentaranya Fir’aun.” Bila saat itu kamu melihat laut terbelah, apa kamu masih ragu kalau ia seorang rasul Allah? Tidak akan, keraguanmu akan hilang bila bertemu kondisi seperti itu. Ia memang Rasul Allah. Karena kamu melihat sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh manusia lainnya, yang hanya mungkin datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Telah kita pahami bahwa semua nabi memiliki tugas yang berat. Pesan yang akan mereka sampaikan kepada umatnya itu memang berat dan untuk menolong para Nabi maka Allah berikan mukjizat. Jika kita lihat nabi terakhir, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Allah memberikan pesan untuk beliau dan kaumnya, yang sekarang kita sebut Al-Qur’an. Allah juga berikan mukjizat kepadanya, kita sebut apa mukjizatnya? Al-Qur’an juga. Al-Qur’an itu pesan untuk kaumnya sekaligus sebagai mukjizat.
Nabi Shaleh Alaihis Salaam dan nabi Musa Alaihis Salaam memiliki pesan yang harus disampaikan kepada kaumnya, namun secara terpisah mereka pun diberikan Mukjizat. Nabi Isa Alaihis Salaam juga memiliki pesan untuk kaumnya, tapi secara terpisah terdapat juga mukjizat. Dua hal yang berbeda. Tapi untuk Nabi Muhammad Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, apa yang Allah berikan? Satu saja. Al-Qur’an sebagai pesan, sekaligus sebagai mukjizat.
Saya pernah ceritakan hal ini kepada anak kelas 6 SD. Saya mengajar pelajaran Islam, dan saya sampaikan hal ini pada mereka. Kemudian salah satu murid saya berkata:
“Ustadz Nouman, ini gak adil.”
“Apanya yang gak adil?”
“Nabi-nabi yang lain diberi benda yang keren, tongkat yang bisa jadi ular, orang mati bisa hidup lagi, laut yang terbelah, ini kan keren semua? Kok kita cuma dikasih buku doang?”
Perbedaan Mendasar Antara Mukjizat Nabi Muhammad dan Nabi-Nabi Sebelumnya
Ada perbedaan yang mendasar antara apa yang Allah berikan pada nabi-nabi sebelumnya dengan apa yang diberikan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Perbedaan mendasar itu adalah yang Allah berikan untuk nabi-nabi sebelumnya adalah apa yang dapat dilihat oleh mata. Namun yang Allah berikan pada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagian besar adalah sesuatu yang dapat didengar.
Allah berkata di dalam al-Qur’an, Yasmauna (mereka mendengarkan), fastamiulahu (dengarkan dengan baik), sami’na wa ata’na (kami dengar dan kami taat), inna sami’na Qur’anan ajaban (kami mendengar Qur’an yang unik). Yang terpenting pada al-Qur’an adalah mendengarkan. Allah menggambarkan tugas Rasulullah seperti ini: “yatlu alaihim ayatihi, Dia (nabi Muhammad) membacakan ayat kepada mereka (para sahabat).” Nabi tidak memberikan naskah untuk mereka baca. Al-Qur’an dalam bentuk buku itu belakangan. Apa yang terlebih dahulu dilakukan oleh Nabi? Beliau membuat mereka mendengarkannya. Beliau menyampaikan Al-Qur’an melalui pendengaran. Sedangkan mukjizat nabi-nabi yang lain itu melalui penglihatan. Kelihatan bedanya?
Perbedaan lainnya adalah jika saya cukup beruntung dapat hidup di jamannya Nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad, misalnya saja di zamannya Nabi Isa Alaihis Salaam saya melihat ia memperlihatkan mukjizatnya lalu saya katakan pada anak saya: “Isa itu seorang Nabi karena ia memperlihatkan mukjizatnya, ayah lihat sendiri.” Anak saya percaya kepadaku, kemudian ia ajarkan hal yang sama pada anaknya kelak. Anaknya ajarkan hal yang sama pada anaknya lagi. Tapi si kakek buyut yang melihatnya secara langsung memiliki keyakinan berbeda karena ia melihat dengan matanya sendiri. Tapi sang cucu, apakah ia akan memiliki keyakinan yang sama dengan kakek buyutnya itu? Tentu berbeda kan? Ia percaya karena orang tuanya cerita begitu, tapi bukan sesuatu yang ia lihat langsung. Kita kesampingkan sebentar bagian ini. Kita tadi kan baru bahas bahwa Al-Qur’an itu sebagai pesan sekaligus sebagai mukjizat.
[syahida.com/islamedia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar