Senin, 27 April 2015

Tazkiyatun Nufus: Racun Hati #2


بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ 
السلام عليكم ورحمة اللّه ﺗﻌﺎﻟﯽٰ وبركاته 

إِنَّ الْحَمْدَ الله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَمَّا بَعْدُ؛

Ikhwah fiddin wa akhawat fillah rohimani wa rohimakumullah jami’an. Pada halaqoh yang keduapuluh empat ini akan kita sebutkan beberapa akhbar baik dari nash ataupun dari hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang petaka dan bahaya lisan.

Mu’allif hafidzohullahu ta’ala Syeikh DR. Ahmad Farid hafidzohullahu ta’ala berkata :
"Telah terdapat banyak berita baik dari kitab dan sunnah, berkaitan dengan tahdziir (peringatan) dari petaka lisan dan bahayanya".
Dan diataranya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla, 

Allāh berfirman :

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir, Raqib dan Atid."
(QS. Qaaf: 18)

Dan juga sebagaimana hadits-hadits yang shahih yang banyak mengingatkan tentang petaka dan bahaya lisan ini, dan akan bahayanya fudhulul kalam, diantaranya:

Dari Sufyan bin Abdillah Ashsaqofi semoga Allāh meridhoinya:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا

Aku katakan kepada Rasulullah: 
''Ya Rasulullah (wahai Rasulullah), apa yang paling engkau takuti atas diriku?'' Beliau berkata: ''Ini.” 
Sembari Nabi Shalallahu’alaihi wassalam mengambil lisannya. 

Tatkala mengatakan ini, yang dimaksud adalah lisan. Tatkala lisan itu tidak terjaga itu lebih besar bahayanya dari pada manfaatnya. Hadits tadi diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Dan beliau berkata hadits hasan shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Daarimi dan Hakim, yang hadits ini juga disepakati keshohihannya oleh Imam Dzahabi dan Imam Albani rahimahumullahu jami’an.

Dalam riwayat yang lain:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ

Dari Uqbah bin Amir, dia berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah”,  “Ya Rasulullah (wahai Rasulullah) apa itu keselamatan?" Beliau bersabda "Peliharalah  lisanmu".

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi, Imam Ahmad, Ibnu Mubarak dan disahihkan oleh Imam Albani rahimahullahu jami’an dalam ashshohihah.

Juga terdapat riwayat:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barangsiapa beriman kepada Allāh dan hari akhir, maka berkatalah yang baik ataulah diam. " 
(HR. Bukhari dan Muslim). 

Itu termasuk perkataan yang singkat tapi maknanya padat. Dan maksudnya adalah perkataan itu entah dia adalah kebaikan, maka hamba diperintahkan untuk mengucapkan atau selain itu maka dia pun diperintahkan untuk diam.  Jadi pertanda keimanan seseorang kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan hari akhir dibuktikan dengan dia berkata baik atau diam.

Kenapa berkata baik atau diam itu dikaitkan dengan iman kepada Allāh dan hari Akhir karena rasa takut dan rasa iman seseorang kepada Allāh dan hari akhir inilah yang mendorong seseorang itu akan berkata baik atau diam. Dan bukti keimanan seseorang pada Allāh dan hari akhir dibuktikan dengan bahwa dia itu akan berkata yang baik atau diam apabila mudharatnya lebih besar, apabila petaka yang ditimbulkan lebih besar.

Hadits yang lainnya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ.

Dari sahabat yang mulia Abu hurairah Rodhiallahuta’ala anhu (semoga Allāh meridhoinya) bahwasanya beliau mendengar Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda bahwa "sesungguhnya seorang hamba tidaklah mengucapkan satu kalimat yang tidak jelas, dengan sebab ucapan itu dia terjerembab di neraka lebih jauh daripada antara jarak timur dan barat. 

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, demikian pula diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

Dalam riwayat Tirmidzi dengan lafazh : "Sesungguhnya seseorang benar-benar akan mengucapkan satu kalimat yang dianggap biasa, tapi dengan sebab ucapannya itu, dia akan terjatuh 70 tahun di dalam neraka atau ada yang mengatakan 70 kedalaman dalam neraka".

Demikian pula dari Abdullah bin Mas'ud Rodhiyallahuta’ala anhu, kata beliau (Abdullah bin Mas'ud Rodhiallahuta’ala anhu), "Demi Allāh yang tidak ada illah yg berhak diibadahi kecuali Dia, tidak ada sesuatu apapun yang sangat butuh untuk dipenjara paling lama daripada lisanku.” Dan beliau adalah pernah mengucapkan  "Wahai lisan berkatalah yang baik, maka engkau beruntung dan diamlah dari keburukan maka engkau akan selamat sebelum engkau menyesal.” Ini ucapan sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud  Rodhiallahuta’ala anhu tentang petaka lisan.

Kemudian juga ucapan yang lainnya dari sahabat yang mulia Abu Darda, "Bersikap adillah terhadap kedua telingamu daripada mulutmu, karena sesungguhnya telah dijadikan bagimu dua telinga dan satu mulut, hal itu hendaklah menjadikanmu banyak mendengar dari pada banyak bicara.”

Betapa Fudhulul Kalam itu betul-betul memberikan bahaya yang sangat besar sampai-sampai Al-Qur'an, hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan aqwal (ucapan) para salaf sangat perhatian, dalam hal ini menujukkan betapa besarnya petaka lisan.

Demikian semoga ini berfaedah dan bermanfaat dan menjadi teguran bagi kita untuk selalu mawas diri menjaga lisan ini dari melepas satu ucapan yang justru akan mendatangkan petaka bahaya dan mendatangkan musibah ataupun azab pada hari kiamat. Naudzubilah tsumma naudzubillah.


هذا ما أقول لكم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين
ثم السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ  


✏ Disalin oleh Tim Transkrip
✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc.
📚 Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)

Tazkiyatun Nufus: Racun Hati #9

  بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته   الْحَمْدَ ِللهِ حَمَدًا كَثِيْرًا طيّبًا مباركًا فيه، كما يحبّوْنَ ربّنا ويرضا. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، أَمَّا بَعْدُ   Ikhwani fiddin wa akhawati fillah rohimani wa rohimakumullah jami’an, pada halaqoh yang ketigapuluh satu ini melanjutkan kembali tentang racun hati yang ketiga yaitu fudhulul tho’am (berlebihan di dalam makan). Syeikh akan menjelaskan keadaan para nabi dan juga sahabatnya.  Beliau berkata "Adalah Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan para sahabatnya sering kali merasakan lapar. Hal itu terjadi meskipun karena memang tidak adanya makanan pada mereka namun hal itu tidak terjadi  kecuali karena Allah Subhanahu wata'ala tidaklah menghendaki kepada Rasulnya, demikian pula tidak menghendaki kepada para sahabatnya kecuali karena keadaan yang paling sempurna dan yang paling utama yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wata'ala atas Rasul Shalallahu alaihi wa salam.  Oleh karenanya Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma yang terkenal dengan orang yg sangat ingin meneladani Nabi Shalallahu alaihi wa salam, itu meniru nabi Shalallahu alaihi wa salam  dalam hal ini meskipun Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma punya kemampuan dalam hal makanan. Demikian pula orang sebelumnya yang telah meneladani Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam hal ini yaitu bapaknya Ibnu Umar (Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu), beliau juga mencontoh dan meneladani Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam hal ini yaitu sering lapar.  Bahkan dalam Riwayat dalam sebuah peperangan Nabi Shalallahu alaihi wa salam pernah didatangi oleh seseorang yang sedang merasakan lapar mengadukan pada Shalallahu alaihi wa salam karena lapar "Ya Rasulullah sungguh kami ini lapar.” Maka diperlihatkan kepada mereka perut Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam yang sedang diganjal dengan batu, subhanallah. mereka tidak lagi menuntut kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam akan makanan agar terhenti dari kelaparan mereka, justru mereka menangis karena melihat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam manusia yang paling mulia, yang paling dicintai Allah Subhanahu wata'ala saja harus menahan perutnya agar tidak terasa lapar dengan batu yang diikatkan kepada perutnya dan itu terjadi dalam sebuah peperangan yang dibutuhkan fisik yang kuat, mental yang kuat pemikiran yang matang untuk mengatur jihad,peperangan di jalan Allah Subhanahu wata'ala.  Namun demikian Allah Subhanahu wata'ala memilih RasulNya, memilih para Sahabatnya dalam kondisi seperti ini. Hal ini tidak lain adalah karena apapun yang Allah pilih pastilah yang terbaik buat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam dan juga para Sahabatnya.  Juga diriwayatkan dari ibunda kaum mu’minin, Aisyah radhiallahuta’anha (semoga Allah meridhoinya) telah berkata “Tidak pernah keluarga Muhammad kenyang sejak datang ke Madinah dengan roti gandum selama tiga hari berturut-turut, sampai diambil ruhnya oleh Allah Subhanahu wata'ala.”  Bahkan dalam sebuah riwayat lain dikatakan "Tidak pernah kenyang keluarga Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam sejak datang ke Madinah dari roti gandum selama dua hari berturut-turut". (HR. Bukhori dan Muslim)  Dua hari berturut-turut tidak pernah kenyang, artinya berarti, kalau mungkin hari ini ada roti, besok belum tentu ada roti. Subhanallah.   Berkata Ibrahim bin Adham rahimahullah (semoga Allah merahmatinya), "Barangsiapa yang mampu menjaga perutnya, maka dia berarti menjaga agamanya, dan barangsiapa yang mampu menguasai rasa laparnya, maka dia akan mampu menguasai untuk memiliki akhlak yang shalihah. Karena sesungguhnya perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wata'ala itu jauh dari orang yang lapar, dan sangat dekat dari orang yang kekenyangan."  Ikhwah fiddin azzani rohimani wa rohimakumullah, oleh karenanya Nabi Shalallahu alaihi wa salam dalam mensifati kekayaan dunia, dalam mensifati kecukupan itu dengan bukan banyaknya makanan, bukan banyaknya harta, bukan dengan banyaknya pilihan makanan. TIDAK. Nabi Shalallahu alaihi wa salam mensifatinya dengan makanan pokok yang dimiliki seseorang pada hari itu, maka itu adalah dia telah memiliki dunia dan seisinya.  Nabi Shalallahu alaihi wa salam bersabda "Barangsiapa yang berpagi-pagi dalam kondisi aman di kediamsnnya, sehat badannya, punya makanan pokok untuk harinya maka seakan-akan dunia telah dikumpulkan baginya dari seluruh penjuru". Hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.  Sehingga rasa lapar yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman justru akan mampu mengendalikan syahwat, menguatkan cara berfikir, menajamkan kepekaan hati, karena tatkala hati itu peka dia juga akan peka terhadap orang lain.  Bahwa di sana ada orang-orang yang juga sama-sama membutuhkan seperti dia, bahkan mungkin lebih sedih darinya merasakan kesedihan yang sama, hingga dia punya iba, punya rasa ingin menolong kepadanya.  Berbeda dengan orang-orang yang terbiasa dengan kekenyangan, terpenuhi seluruh kehidupannya, mapan seluruhnya maka dia mungkin sulit merasakan itu semua. Oleh karenanya tidaklah Allah Subhanahu wata'ala memilih untuk Nabinya kecuali yang terbaik agar beliau menjadi orang yang sangat perhatian kepada ummatnya.  Sehingga banyak dalam hadits sering mendapati bagaimana nasihat-nasihat Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, perintah untuk menjaga anak-anak yatim, perintah untuk menjaga janda-janda, perintah untuk memelihara para fuqara, memberi makan pada mereka, hal ini adalah keutamaan dan bahkan dengan kita datang langsung kepada fuqara kepada masakin atau bahkan mengusap kepala anak yatim maka mampu melembutkan hati. Hati yang keras, hati yang kaku membatu akan lembut dengan mengusap anak yatim. Hal itu karena langsung merasakan sebagaimana yang mereka rasakan.  Ikhwah fiddin wa akhawat fillah rohimani wa rohimakumullah, maka inilah kebaikan dari sedikit makan dan sebaliknya  berarti kebanyakan makan, berlebihan di dalamnya maka akan menimbulkan keburukan yang bersebrangan dari kebaikan ini, Wallahuta’ala a'lam bishshowab.  هذا ما أقول لكم وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد الله ربّ العالمين السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ     ✏ Disalin oleh Tim Transkrip  🔁 Dapat diunduh di: http://goo.gl/I4ocdW ✅ Dimuraja'ah oleh Ustadz Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc. 📚 Berdasarkan kitab Tazkiyatun Nufus (penulis Syaikh Dr. Ahmad Farid)

Manusia Paling Mulia

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد.
قال النبي صلى الله عليه وسلم : أكرم الناس أتقاهم. أخرجه البخاري ومسلم.
Hadits ini semakna dengan firman Allah Ta'ala:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu." (Q.s Al Hujurat: 13)
Allahu Akbar...
Ini merupakan satu dari sisi keindahan syari'at Islam. Betapa banyak orang berbondong-bondong masuk Islam tatkala memahami satu sisi keindahannya ini.
Bagaimana tidak indah ?! Disaat sebagian agama mengkhususkan kasta tertentu sebagai pemilik kemuliaan Tuhan, Islam datang dan menghapus sistem kasta tersebut. Dalam Islam, setiap muslim diberikan peluang sebesar-besarnya untuk menjadi hamba yang mulia dihadapan Rabb-nya.
Allah memuliakan hamba-Nya yang bertakwa karena ia telah memenuhi perjanjian dengan Rabb-nya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Q.s Al A'raf:172)
Dan juga karena ia menaati Rasul-Nya shallallahu'alaihi wasallam.
Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah (wahai Rasul): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". (Q.s Ali Imran: 31)
Faidah lain:
1. Bertingkat-tingkatnya keimanan antara satu dengan lainnya. Iman si A belum tentu sama dengan si B. Hal ini sekaligus meluruskan pendapat Murjiah yang menilai bahwa iman itu satu tingkatan, iman pelaku maksiat sama dengan iman orang yang taat.
2. Allah akan meninggikan derajat hamba-Nya yang bertakwa di mata manusia dan seluruh makhluk.
اللهم إنا نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى. اللهم آت نفوسنا تقواها وزكها أنت خير من زكاها أنت وليها ومولاها. اللهم ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.
والله تعالى أعلم.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
✒ Ust Ridwan Arifin Lc
@ Program Just One Day One Hadith

Jumat, 24 April 2015

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (11-selesai)

Niat Karena Allah, Maka Dimudahkan Belajar Bahasa Arab

Rintangan terbesar bagi seorang Muslim yang tinggal di US (dan Indonesia –red) terhadap Bahasa Arab adalah keyakinan dirinya sendiri bahwa Bahasa Arab itu sulit. “Saya suka belajar bahasa Arab, tapi saya tidak bisa kalau harus pergi 2 tahun untuk pergi ke mesir atau ke Saudi.”

“Tak bisa saya lakukan, saya tidak punya waktu, saya juga punya keluarga yang harus dinafkahi, saya tidak bisa melakukannya.”

“Sulit, saya sudah pernah nyoba, saya pernah datang ke pertemuan dan beli beberapa buku untuk belajar Bahasa Arab, kemudian saya mulai baca 1-2 halaman. Ketika masuk halaman ketiga, topiknya tentang pelaku, kata kerja, frase kata ganti, dan saya bekata: Subhanaka Allahuma wa bihamdika, ash-hadu alaa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik,” Bukunya ditutup dan masuk rak, padahal masih baru. Banyak terjadi hal yang seperti ini. Kita punya keyakinan bahwa bahasa Arab itu sulit. Dan ketika kamu lihat ada orang yang pintar Bahasa Arabnya.” “Masha Allah, orang itu pinter banget.” Seolah-olah Allah menjadikan hal itu mudah baginya, ia seolah tidak butuh usaha apapun, pokoknya ia langsung bisa.

Tapi kalau kamu lihat seorang pelukis atau pembuat kaligrafi. Kamu lihat betapa mudahnya mereka mengerjakan itu. Kamu gak lihat berjam-jam yang mereka butuhkan untuk mereka melakukan hal ini. Yang kamu lihat hanya hasil jadinya saja. “Masha Allah, orang ini talentanya luar biasa. Allah memberkatinya.” Allah memberkatinya setelah ia berkeringat bertahun-tahun. Ada orang membaca Al-Qur’an dengan indah. “Allah berikan dia suara yang indah.” Tidak, pertama kali dia membaca, dia tidak pernah berhasil membaca Audzubillah dengan syekhnya setelah 35 kali baca. Selama 2 bulan Cuma baca al-Fatihah, tapi dia tetap lanjutkan.

Maka pertama-tama kita harus hilangkan dulu pikiran bahwa yang berhubungan dengan Al-Qur’an itu sulit. Karena janji Allah adalah (QS: 54: 17)… Allah sendiri yang berjanji “Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk mengingat-Ku.” Allah telah menjamin, bahwa Al-Qur’an akan dimudahkan. Allah tidak bilang bahwa akan dimudahkan hanya untuk orang Arab. Allah tidak bilang bahwa akan dimudahkan untuk orang Asia Tenggara, karena mereka bisa bahasa Urdu. Allah mengatakan, Allah akan memudahkan bagi semua orang. Dia cuma minta satu syarat. Kamu tahu apa syaratnya? Akan dimudahkan oleh Allah, bila tujuanmu belajar Al-Qur’an adalah untuk mengingat Allah (dzikr). Jika itu tujuanmu, maka Allah yang memberikan jaminan kemudahan mempelajarinya.

Tapi kemudian Dia memberikan pertanyaan. Subhanallah, pertanyaan yang luar biasa, “Adakah orang yang secara sadar ingin berusaha mengingat Allah?”. Mengingat siapa? Mengingat Aku. Aku mudahkan Al-Qur’an untuk mengingat-Ku. Siapa yang mengingat Allah? Maka apa yang ayat ini ajarkan? Ayat ini mengajarkan kita, bahwa dzikir pada Allah yang paling mulia itu apa? Al-Qur’an. Allah menyebut Al-Qur’an sebagai Adz-Dzikir, pengingat yang paling mulia. Kamu ingin berdizkir pada Allah? Dzikir terbaik adalah yang Allah pilihkan sendiri untukmu. Itulah perkataan Allah.

Dia berkata, siapapun yang datang ingin mengingat-Ku Aku akan mudahkan untuknya. Jadi belajar Tajwid menjadi mudah, belajar huruf Arab jadi mudah, belajar kosa kata jadi mudah, belajar tata bahasa Arab jadi mudah, belajar Tafsir menjadi mudah, menghafal al-Qur’an menjadi mudah. Semua menjadi mudah karena apa yang Allah katakan? Allah-lah yang membuatnya mudah. Jutaan anak di seluruh dunia, tanpa memiliki kemampuan ingatan fotografis, bahkan diantaranya sama sekali tak paham Bahasa Arab, tapi sanggup menghafal al-Qur’an. Ini memenuhi janji yang membuatnya jadi mudahkan? Subhanallah, Dia membuatnya menjadi mudah.
[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (10)

Bahasa Arab Dapat Menjaga Sholat

Menurut kamu, khusu’ itu apa? Penuh perhatian dalam sholat? Fokus dalam sholat? Rendah hati ketika sholat? Allah Azza wa Jalla menjelaskan arti ‘khusu’ untuk kita. QS: Al-Hadid: 16….., “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka”. Hatinya harus tunduk karena mengingat Allah. Kemudian Allah menjelaskan, “Maksudnya apa mengingat Allah itu?”. Kemudian Allah menjelaskan, “Mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” Kebenaran apa yang telah turun itu? Al-Qur’an.

Sholat adalah suatu momen ketika hati kita tunduk bila mendengar ayat-ayat Allah. Tapi jika kamu tidak paham apa yang dibacakan dalam sholat dan kamu sungguh-sungguh berusaha untuk fokus.

Ada anak belasan tahun sedang berdiri untuk sholat dan tidak paham arti bacaanya. Ia terus menatap karpet dan ia malah bilang “Jahitannya kurang yang bagian sini, yang satu kesini yang itu malah kesana, gak simetris nih.” Atau mereka berusaha menutup mata sambil membayangkan ada ka’bah di hadapannya. Mereka melakukan hal-hal kreatif semacam ini guna mengejar satu hal. Apa itu? Untuk fokus memperhatikan  ayat yang sedang dibacakan. Allah berbicara kepada kita melalui Al-Qur’an. Ini seperti pengalaman tersendiri bagi orang yang beriman. Kekosongan itu perlu diisi. Demi Allah jika kita bisa lakukan, maka sebagian besar masalah akan terselesaikan. Karena itu artinya, 5 kali sehari kita akan menerima dan mengerti nasihat dari Allah untuk hidup kita. Itulah gunanya sholat, kita memperoleh bimbingan dari Allah. Ketika kita berdiri dan membaca Al-Qur’an, ketimbang kita yang membaca Al-Qur’an, Al-Qur’an lah yang ‘membaca’ diri kita.

Saya beri 1 cerita singkat tentang diri saya. Saya Alhamdulillah memiliki 4 orang anak, yang tertua namanya Husna. Berapa banyak diantara anda yang memiliki anak lebih dari 1 anak? Yang punya banyak anak akan mengalami ini juga. Ketika kamu punya anak pertama, semuanya terlihat mengagumkan. “Ya Tuhan dia ada giginya, Ya Tuhan dia bisa berdiri, Ya Tuhan dia berkata sesuatu.” Padahal bayi itu cuma bilang “Yeah”. Iya kan? Semuanya jadi menakjubkan. “Apa kamu rekam?”. Tapi kalau sudah punya anak yang ketiga atau keempat, “Siapa nama kamu tadi?”. Tapi setiap yang anak pertama lakukan, selalu spesial. Saya sedang sholat di rumah dan anak perempuan saya di samping saya. Allah memberikan kelebihan pada manusia, Dia tak hanya memberikan penglihatan di depannya saja, tapi juga di samping juga, iya kan? Saya sedang sholat tapi saya bisa lihat anak saya. Dan untuk pertama kalinya, dia meletakkan tangannya di lantai kemudian ia dorong dan kemudian ia berdiri untuk pertama kalinya! Ini anak pertama saya, dia berdiri untuk pertama kalinya dan saya sedang sholat. Maka ketika saya sholat, saya spontan melakukan hal seperti ini (menganga). Ini hal besar. Dan ketika itu terjadi, atas rahmat Allah saya sedang membaca surat Al-Munaafiquun dan ayat selanjutnya yang saya baca adalah (QS: 63: 9)…. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” Subhanallah.

Apa yang membedakan antara kamu tahu apa yang kamu baca dan bila kamu tidak tahu apa arti ayat yang kamu baca? Kalau saya tidak tahu artinya, maka saya akan biasa saja dan selesaikan sholatnya. Tapi kalau saya tahu artinya, maka saya akan lupakan anak saya. Dunia seakan runtuh di hadapan saya karena Allah langsung menegur saya. Ada bedanya kan? Mungkin inilah alasan yang paling utama mengapa bahasa Arab itu penting. Itu hal terakhir yang bisa saya sampaikan akan pentingnya bahasa Arab bagi muslim.
[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (9)

Dahsyatnya Dampak dari Memahami Al Qur’an

Jika kamu perhatikan para ulama besar, mereka sangat memperhatikan pentingnya Bahasa Arab. Mengapa? Karena itulah yang menjaga agama. Menjaga integritas agama kita. Menjaga pemahaman yang tepat dari agama ini. Dan mungkin yang terpenting dari semuanya adalah Bahasa Arab dapat menjaga sholatmu. Bahasa Arab akan menjaga perilaku kita dalam berdiri di hadapan Allah. Ketika Imam sedang membaca kata-kata dari Allah, kita seharusnya merasakan pengalaman spritual, karena perkataan dari Allah sedang dibacakan. Mukjizat Allah sedang dihadirkan di hadapan kita. Namun, kita malah berdiri sambil menguap. Karena tidak paham apa yang dibacakan imam. Ini kan tragis.

Kata-kata yang sama sering dibacakan pada kita di saat sholat tarawih. Kata-kata yang sama dibacakan juga kepada Umar r.a. ketika ia belum menjadi muslim kala itu. Ketika Nabi Muhammad membacanya, Umar kabur karena takut. Kata-kata yang sama dibacakan juga kepada Tufail Ibnu Amar Ad-Dausi, seorang pemimpin suku yang datang ke Mekah. Ia lihat Nabi Muhammad membaca Al-Qur’an, ia berkata: “Saya dengar orang ini bisa bikin orang jadi gila bila mendengarnya.” Maka ia sumbat telinganya, lalu ia lari. Kemudian ia berhenti dan berkata: “Ngapain saya lari? Itu kan cuma kata-kata, saya bisa tahan kok.” Maka ia lepas sumbat telinganya, kemudian ia kembali dan mendegar yang diucapkan Rasulullah, ia langsung bersyahadat, lalu menceritakan ceritanya ini kepada kita. Ia cuma dengar kata-kata, namun langsung bersyahadat.

Ini (Al Qur’an) adalah kata-kata yang dibenci oleh orang-orang yang membenci Rasulullah, seperti Al-Akhnas bin Syuraiq, Abu Sufyan sebelum ia menjadi muslim, dan Abu Jahal. Apa kamu tahu apa yang orang-orang ini lakukan menurut sejarah Ibnu Ishaq? Mereka biasa mengunjungi rumah Rasulullah setiap malam. Yang satu nguping di satu sisi dinding untuk dengerin Al-Qur’an, yang satu lagi nguping di sisi satunya, dan sisanya nguping dari sisi lainnya. Mereka diam-diam pulang sebelum terbit matahari, tapi kemudian mereka saling berpapasan. Mereka pun saling bertanya: “Kamu lagi apa di sini?”, “Lah kamu sendiri lagi ngapain disini?”. Mereka ketagihan mendengarkan Al-Qur’an, mereka saling bersumpah untuk tidak datang lagi, tapi mereka saling berpapasan lagi keesokan harinya. Mereka bikin sumpah lagi, tapi saling berpapasan lagi di hari yang ketiga, mereka diam-diam ingin mendegarkan Al-Qur’an. Mereka berkata: “Jika ada yang lihat kita, maka kita bisa kehilangan wibawa” (karena mereka-lah yang bilang: “Jangan dengarkan orang ini.”)

Orang-orang kafir pada zaman itu, lebih ketagihan untuk mendegarkan Al-Qur’an ketimbang umat Islam di zaman sekarang. Apa gak sedih dengarnya? Ini kan tragis!. Ada yang efeknya lebih hebat lagi, di kisah Utbah Ibn Rabi’ah. Ia mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia itu tukang debat politik, suka menghina lawan bicaranya, sering mengintimidasi lawan bicaranya ketika berdebat. Ia berkata, “Kita tidak bisa mengatasi Muhammad” (ini orang kafir yang berbicara, mereka tidak menambahkan ‘Shallalahualaihi wassalam’ seperti kita). “Gimana kalau kamu saja yang berdebat dengannya, tunjukkan siapa yang lebih kuat?” Ia akhirnya pergi berbicara kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang-orang Quraish menonton dari kejauhan. Ini akan menjadi pertandingan yang seru menurut mereka. Ia akhirnya menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia kemudian mulai menghinanya. “Kamu mau apa? Uang? Perempuan? Kamu ingin kekuasaan? Apa itu yang menyebabkan kamu mengacaukan suku kita?” ia terus menghina Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Rasulullah hanya diam tenang dan mendengarkan, dan ketika orang itu sudah selesai membentak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berkata padanya: “Apa kamu telah selesai bicara? Bisa saya mulai bagian saya?” Utbah berkata: “Silahkan, coba kita lihat apa yang akan kamu katakan.” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mulai membaca Al-Qur’an dan dalam beberapa detik, Utbah tidak bisa menahan air matanya kemudian ia berusaha menutup mulut Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

“Berhenti! Saya tidak tahan mendengarnya lagi”, sampai kemudian Rasulullah sampai pada ayat sajadah, lalu beliau pun sujud. Sehingga Utbah bisa pergi, orang Quraisy melihatnya dan berkata “Mukamu ketika pergi berbeda dengan ketika kamu kembali (seperti pasca operasi pembenahan muka).” Dia tidak menjadi muslim, akan tetapi ia sungguh telah ditaklukan oleh Al-Qur’an. Yang seperti itu tidak bisa dilakukan oleh Al-Qur’an terjemahan. Kekuatan al-Qur’an yang seperti itu hanya ada pada Al-Qur’an Bahasa Arab. Yang seperti itu yang seharusnya kita rasakan ketika kita sedang sholat.
[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (8)

Orang Arab Juga Harus Belajar Tata Bahasa Arab

Lihatlah murid-muridnya As-Syafii r.a. Murid-muridnya banyak yang orang Arab. Ketika hendak mengajar Bahasa Arab, muridnya berkata: “Kita tidak perlu belajar bahasa Arab, kami sudah bisa bicara bahasa Arab kok.” Lalu Imam Syafii berkata, “Hal yang paling kutakutkan adalah murid yang sedang menuntut ilmu namun mereka menolak belajar tata bahasa Arab.” Terdapat suatu hadits dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengatakan; “Barang siapa yang mendustai perkataanku dengan maksud tertentu, maka ia telah menjamin tempatnya sendiri di Neraka.” Ia berkata, hadits yang ini yang membuatku takut terhadap muridku yang tidak mau belajar Bahasa Arab dengan serius karena mereka mungkin akan membuat kesalahan dalam tata bahasa Arab pada saat mengkaji hadits.  Oleh karena itu, mereka mungkin akan mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Orang-orang seperti ini telah menjamin tempatnya di Neraka. Mereka ini orang Arab, saling memberi tahu ke sesama orang Arab. Beginilah betapa seriusnya mereka membahas masalah ini. Ini sungguh wajib bagi setiap muslim. Jika kamu perhatikan para sahabat, mereka sangat memperhatikan pentingnya Bahasa Arab.
[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (7)

Tidak Hanya Membaca dan Menghafal, Tapi Juga Memahami Al Qur’an

Itu tadi beberapa poin dari al-Qur’an. Sekarang bagian selanjutnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu kita, mungkin kamu sering mendengarnya di dalam Khutbah. Ada hadits dari shahih  Bukhori r.a. dan juga dari shahih Muslim r.a. :

“Yang terbaik diantara kamu adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.”

Kita semua tentu setuju bahwa orang-orang terbaik yang paham kata-kata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah para sahabat. Pemahaman saya akan hadits itu terbatas bila dibandingkan dengan Ibnu Abbas ra, Abu Bakar Ash-Shidiq r.a. dan para sahabat. Karena mereka hadir di sana ketika sang guru (Nabi Muhammad) sedang mengajar. Ketika kita mengutip hadits ini: ‘Yang terbaik diantara kamu adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.’ Maka kamu berkata: “Saya akan ajarkan anak saya Al-Qur’an”. “Saya akan undang seorang Shaykh, qari kerumah ini atau di masjid agar anak saya belajar Al-Qur’an”. Ketika kita katakan: “Anak saya sedang belajar al-Qur’an.” Apa yang biasanya kita maksudkan? Mereka kan mulai belajar membaca buku iqro, lalu kemudian bertahap belajar membaca  Al-Qur’an, iya kan? Apakah konsep mengajarkan Al-Qur’an yang dimaksud tadi sudah termasuk bagian pemahaman Al-Qur’an? Tidak. Rata-rata muslim, bila mereka mengatakan: “Saya akan mengajarkan anak saya Al-Qur’an”, yang mereka maksudkan itu 2 hal: membaca dan menghafal. 2 inilah yang mereka maksudkan. Harap diingat 2 hal ini, karena akan menjadi penting untuk kita bahas. Membaca dan menghafal, tolong ingat 2 hal ini. Ubay bin Kaab r.a. ketika itu sedang menasehati para sahabat. Para sahabat sebagian besar berasal dari mana? Dari Arab, Pakistan, Bangladesh atau dari mana? Mereka itu orang-orang Arab.

Dia menasihati para sahabat: ajarkan anakmu bahasa Arab, seperti kamu ajarkan pada mereka cara menghafal al-Qur’an. Sahabat nabi dari Arab, menasihati sahabat nabi lainnya yang juga dari Arab, agar mengajarkan anak mereka Bahasa Arab. Sama pentingnya seperti mereka menghafal Al-Qur’an. Ini adalah yang paling diutamakan oleh para sahabat.

Umar bin Khathab mengatakan; “Pelajari Bahasa Arab karena itu bagian dari agamamu.” Itu yang Umar katakan. Pernyataan lain dari Umar r.a. ia berkata: “Tidak boleh seorang pun mengajarkan Al-Qur’an kecuali mereka mengerti Bahasa Arab.” Karena mereka bisa membuat kesalahan. Ini adalah insiden yang terkenal yang terjadi di masa Umar r.a. Tapi satu ini yang paling ‘nendang’ yang akan saya sampaikan, yang ketika saya membacanya, saya sampai harus berhenti dulu membacanya. Di Surat Al-Baqarah, Allah menceritakan suatu kaum sebelum kita yang telah Allah berikan kitab. Allah telah berikan Shariah dan kitab di masa sebelum kita. Mereka memiliki Nabi, punya kitab dan juga ada shariahnya, sama seperti kita. Mereka tidak adil dengan kitab dan Nabi mereka. Bahkan di satu ayat Allah menjelaskan kegagalan mereka atas kitabnya. (QS: 2: 78) “Waminhum ummiyyuuna la ya’lamuunaalkitaba illa amaniyya wa-in hum illayadzhunnuun”. Artinya : “Diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab, kecuali angan-angan belaka dan mereka hanya menduga-duga.” Kata ‘amaniy’ berarti mereka tidak tahu apa yang kitab itu katakan, mereka hanya berfikir mereka tahu apa yang kitab itu katakan. Ini adalah yang umat terdahulu lakukan dengan kitab mereka. Kitab apa yang sedang kita bicarakan? Kitab Taurat.

Sekarang dengarkan ini. Kata yang digunakan oleh Allah, untuk sesuatu yang mereka tidak tahu tapi mereka fikir tahu (angan-angan) adalah kata ‘amaniy’. Salah satu mufasir al-Qur’an besar, kemungkinan yang terbesar diantara semuanya, Ibnu Abbas r.a. dan Qatadah r.a. Ketika mereka membuat tafsir ayat ini, kamu tahu apa yang mereka katakan?. Yang mereka katakan adalah, “Kata ‘amaniy’ pada ayat ini berarti, apa yang kaum itu lakukan saat itu hanyalah tilawah.” Kalian tahu kan tilawah itu artinya apa? Membaca. Kemudian mereka lanjutkan dengan menjelaskan Bani Israil saat itu, apa yang mereka jelaskan? “Yang mereka tahu hanya menghafal dan membaca tanpa pemahaman. Mereka tidak paham apa yang ada di dalamnya. Mereka tidak benar-benar memahami apa yang ada di dalamnya.”

Ketika saya katakan, kita mengajarkan anak kita, apa 2 hal yang sesungguhnya dimaksudkan? Membaca dan menghafal. Yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas itu siapa? Ia menjelaskan Bani Israil dan kejahatan mereka pada kitabnya. Dan ia berkata, yang mereka lakukan pada kitabnya hanyalah membaca dan menghafal. Hal terburuk yang mereka lakukan adalah mereka tidak paham apa yang dikatakan oleh kitabnya.

Penjelasan ini bisa diterapkan pada umat muslim saat ini. Terdapat suatu kaum yang mencintai kitabnya, membaca kitabnya dan bahkan menghafal kitabnya, tapi kebanyakan dari mereka yang bahkan hafal al-Qur’an tidak paham apa maksud dari yang mereka baca. Ini maksudnya sedang menjelaskan siapa? Ini sungguh menakutkan, benar-benar menakutkan. Karena yang dijelaskan oleh ayat ini bukanlah kaum Muslim tapi menjelaskan Bani Israil umat terdahulu yang gagal. Ini benar-benar permasalahan yang serius.
[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (6)

Susunan Kata, Tata Bahasa dan Struktur Kata

Poin yang keempat, berkaitan dengan susunan kata, tata bahasa dan struktur kata. Sebgaian dari anda mungkin pernah membaca, ‘wallahu khobirun bima ta’malun’. Pernah dengar kan sebelumnya? Coba kita bagi kalimat tadi kedalam 3 bagian: 1. Allah 2. Khobir 3. Bima Ta’malun. Pernah dengar ‘Wallahu bima ta’maluna khobir’”?, yang ini juga pernah kalian baca. Yang kedua ini juga punya 3 bagian: 1. Allahu 2. Bima Ta’malun 3. Khobir. Apakah kedua kalimat tadi tersusun atas bahan dasar yang sama? Kata Allah ada, kata Khobir ada, kata Bima Ta’malun juga ada. Apakah ada bedanya? Allahu khobirun bima ta’malun, dengan wallahu bima ta’maluna khobir. Ada bedanya kan? Terjemahan dari dari 2 kalimat ini, baik itu dalam bahasa Inggris, Urdu, Spanyol, Farsi atau Bahasa Jerman, kamu akan dapati artinya sama persis untuk 2 ayat ini. Artinya, “Allah sungguh amat mengetahui segala yang kamu lakukan”, diartikan sama persis. Tapi apakah Allah mengatakan 2 hal yang sama? Tidak, Dia mengatakan 2 hal yang berbeda. Maka permasalahan seperti ‘Kamu cukup baca terjemahan bahasa Inggrisnya (Indonesia -red) saja.’ Atau yang lain bilang: “Ah… saya sudah pernah baca semua bagian al-Qur’an terjemahan.” Kamu belum membaca Al-Qur’an yang sesungguhnya. Ini tidak bisa dibaca sepintas saja.

Al-qur’an perlu dibaca terus menerus oleh pembacanya, bila ia memang ingin memahaminya. Kamu tidak bisa baca sekali, lalu langsung paham. Memahami al-Qur’an itu bukan barang murah, ini mahal harganya. Kamu harus bayar dengan waktu dan usaha. Kamu tidak akan paham bila membaca iseng-iseng sekilas saja. Dan yang membaca sekilas saja, kebanyakan dari mereka itu menyesatkan. “Saya dengar dan baca suatu ayat di Al-Qur’an yang mengatakan hal ini”, mereka tak paham bahasa Arab, tapi mereka berani berargumen atas ayat itu.

Ini contoh kasus untuk poin yang keempat tadi, dari segi perbendaharaan tata bahasa. Ada perbedaan jika Allah mengatakan, ‘la roiba fihi’. Apa bunyi terakhir yang kamu dengar pada kata ‘roib’? roiBA. Allah pun mengatakan, ‘la khaufUN alaihim walahum yah zanun’. Di kata ‘khauf’ kamu tidak mendengar khaufA tapi khauFUN. Tapi di kata ‘roib’ tadi, Allah tidak menyebut ‘roibUn tapi ‘roibA’. Di kata ‘khauf’, Allah mengatakan ‘khauFUN’. Yang 2 tadi itu tidak bisa diterjemahkan dengan cara yang sama karena mereka tidak menggunakan prinsip yang sama dalam bahasa Arab. Mereka 2 hal yang berbeda. Butuh cara penterjemahan yang berbeda. Tapi tidak semua terjemahan memiliki sensitivitas seperti ini. Sangat sulit untuk menangkap hal yang seperti ini selain menggunakan bahasa Arab. Bahasa Arab membuat semuanya jelas, ia memiliki bagian yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Ini bukan untuk menghina bahasa Inggris, Urdu atau bahasa lainnya. Ingatlah, bahwasanya semua bahasa itu datangnya dari Allah. Allah sendiri yang mengatakan; “Allah mengajarkan manusia pandai berbicara.” (QS: 55:4 ). Tidak peduli kamu pandai berbicara bahasa Tiongkok, Swahili atau bahasa suku pendalaman Autralia, semuanya itu dari Allah. Kepandaian kita berbicara itu dari Allah Azza wa Jalla. Allah hanya mengambil 1 bahasa dan meninggikannya di atas bahasa yang lain dengan cara memberinya kejelasan yang luar biasa. Ini penting karena hal terburuk yang mungkin terjadi di dalam suatu agama adalah salah penafsiran. Apakah kamu tahu, kesalahan penafsiran di dalam agama kristen berasal dari mana? Berawal dari terjemahan.

Kebingungan dalam penterjemahan seperti ini, dihindarkan oleh Allah dengan memberi Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang amat sangat jelas.

[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (5)

Pentingnya Bahasa Arab
Poin yang kedua akan pentingnya bahasa Arab adalah, Allah di dalam al-Qur’an mengatakan. Bahwa Dia menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab. “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).” (QS: 43: 3). Ada 11 kali Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an sebagai Bahasa Arab. Setiap muslim percaya bahwa setiap kata dari al-Qur’an itu dari Allah, kamu tidak boleh menambahkan atau menguranginya.



Jika Allah menjelaskan bahwa Al-Qur’an itu adalah Al-Hakim seperti di surat Yasin. “Yaasin wal Quranil hakim” (Demi al-Qur’an yang penuh hikmah)”, kita tak akan bisa memisahkan antara Al-Qur’an dan hikmah, karena Allah meletakkannya bersamaan. Ketika Allah katakan, Quranan Arabiyan, apa 2 hal yang tidak bisa dipisahkan? Al-Qur’an dan Bahasa Arab. Allah letakkan bersama, kita tidak bisa pisahkan. Ditambah pula Allah katakan ‘laalakum tak’kilun’. Terjemah sederhananya adalah: “Sesungguhnya Kami menjadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami (nya).” Allah tidak hanya meletakkan kata ‘memahami ‘di dekat kata ‘al-Qur’an’, tapi Dia juga letakkan kata itu di dekat kata ‘al-Qur’an dalam bahasa Arab’. Maka kunci untuk memahami Al-Qur’an itu apa? Bahasa Arab. Ini baru poin yang kedua. Berapa kali Allah menyebut kata ‘Bahasa Arab’di dalam al-Qur’an? 11 kali.
[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (4)

Hilangnya Keindahan Mukjizat dari Al Qur’an

Saya ingin beri 1 contoh sederhananya saja, sebagian dari anda mungkin pernah menulis puisi karena itu bagian dari tugas sekolah yang kemudian kamu bacakan puisi tersebut. Kita juga mungkin pernah membaca literatur seperti shakespeare atau diantara anda ada yang mungkin menyukai literatur berbahasa Urdu. Kamu membaca puisi, menilai suatu lagu atau literatur artistik lainnya dalam berbagai bahasa. Ketika anda menterjemahkan suatu puisi dari suatu bahasa ke bahasa lainnya, ketika anda menterjemahkan karya shakespeare dari bahasa Inggris ke bahasa Urdu atau kamu menterjemahkan karya Iqba ke dalam bahasa Inggris, apakah keindahan bahasanya akan tetap sama? Kata-kata antar bahasa manusia saja kehilangan keindahannya bila diterjemahkan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Saya tak membicarakan maksud katanya, tapi keindahannya. Puisi itu kan tentang keindahan kan? Yang hilang itu sisi keindahannya. Kita sedang membicarakan kata-kata Allah.  Apakah ada yang meragukan keindahan bahasaNya? Dan jika kita terjemahkan perkataan Allah tersebut, apakah akan ada keindahan yang hilang?

Untuk menjabarkan hilangnya sisi keindahan ini saya akan beri contoh perumpamaan dari As-Suyuthi r.a. As Sayuti r.a. adalah salah satu dari ulama pertama yang menuliskan ilmu pengetahuan yang ada dalam Al-Qur’an. Beliau berkata, jika seseorang dapat membayangkan jarak antara sang Pencipta dengan ciptaan-Nya. Bayangkan betapa tingginya Allah di atas makhluk ciptaan-Nya, maka kamu sudah bisa membayangkan jarak antara kata-kata sang Pencipta dengan kata-kata ciptaan makhluknya-Nya. Al-Qur’an adalah perkataan sang pencipta, sementara, terjemahan adalah kata-kata makhluk ciptaan-Nya, sudah terbayang beda jaraknya? Subhanallah. Bagaimana mungkin kamu bisa bilang yang satu bisa menggantikan yang lain, tidak mungkin bisa berpendapat seperti itu. Ini baru poin yang ke satu, hilangnya mukjizat dari al-Qur’an.

[syahida.com/islamedia]

Mengapa Setiap Muslim Harus Belajar Bahasa Arab (3)

Satu Contoh Kecil Mukjizat Al Qur’an


Allah Azza wa Jalla memberikan 2 hal di Al-Qur’an, ketika seseorang menterjemahkan Al-Qur’an, bahkan untuk terjemahan terbaik sekalipun. Si penterjemah berusaha untuk menterjemahkan pesan di dalam al-Qur’an. Tapi mustahil bagi si penterjemah untuk ‘menterjemahkan’ mukjizat di dalam Al-Qur’an. Mukjizat di dalam Al-Qur’an hanya bisa dirasakan dalam kata-kata pilihan Allah, itulah yang membuatnya menjadi mukjizat. Maka jika saya coba sampaikan pesan dalam pesan Bahasa Urdu, Bahasa Inggris atau bahasa lainnya, saya mungkin dapat jelaskan maksud pesan dari ayatnya tesebut. Tapi saya tidak akan bisa mempelihatkan sisi mukjizat atau keindahan dari ayat tersebut, ini mustahil.

Saya akan coba tunjukkan, tapi tidak ada papan tulis di sini. Kita coba secara lisan saja, Allah Azza wa Jalla mengatakan di surat al-Muddatsir: “Wa Robbaka Fakabbir” (QS: 74: 3). Huruf ‘wa’ di awal itu seperti huruf besar jika kamu menulis awal sebuah kalimat dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Arab, huruf ‘wa’ ini bisa digunakan untuk banyak hal, lebih dari 20 fungsinya. Salah satunya adalah untuk memulai suatu kalimat baru. Jika kamu lihat huruf ‘wa’ diawal maka itu adalah kalimat yang baru. Kata-kata selanjutnya Robbaka Fakabbir. Sekarang dengarkan baik-baik. Apa huruf pertama yang kamu dengar ketika saya baca kata, ‘Robbaka’? Apa huruf Arab yang paling pertama kamu dengar? Apa semuanya mendengar huruf ‘Ro’? Pada Robbaka? Sekarang dengarkan huruf paling akhirnya, ‘robbaka fakabbiR’. Apa huruf terakhir yang kamu dengar? Huruf ‘ro’ juga.

Ok. Sekarang perhatikan huruf yang kedua, roBBaka, apa huruf yang kedua? Huruf ‘ba’. Sekarang dengarkan huruf yang kedua dari akhir, ‘robbaka fakaBBir’ apa huruf kedua dari yang paling akhir? Huruf ‘Ba’ juga.

‘robbaKa’, apa huruf yang ketiga? Huruf ‘Ka’. ‘faKAbbir, huruf apa yang ketiga dari akhir? Huruf ‘Ka’ juga. Kamu memperhatikan sesuatu nggak? Kalau di bolak-balik, hurufnya akan sama. Dalam bahasa Inggris, yang semacam ini disebut Palindrome, kata yang sama saja kalau dibaca bolak-balik. Seperti kata ‘Bob’ atau kata ‘race car’. Kata ‘race car’ ini Palindrome yang bagus dalam bahasa Inggris.

Allah Azza wa Jalla memberikan kata-kata kepada Nabi, yang tidak nabi tulis. “Kamu tidak pernah menulis sesuatu apapun dengan tanganmu.” (QS:29: 48), kamu tidak paham caranya menulis. Ini hanya mengandalkan lisan bagi Rasulullah ketika Allah sampaikan perkataan-Nya. Ketika Nabi mengajarkan sesuatu, dia tidak menambahkan kata-kata atau mengkoreksi kalimat wahyu yang telah ia bacakan, “Bukan itu yang saya maksud, coba ganti cara saya menyampaikannya”, tidak seperti itu. Tapi kalimat yang Nabi Muhammad katakan itu sama persis dengan apa yang diinstruksikan oleh Allah.

Yang menjadi tantangan bagi manusia adalah terjemahan sederhana dari ayat ini adalah: “Nyatakanlah bahwa keagungan hanya milik Allah.” Itu terjemahan sederhana dari ‘wa robbaka fakabbir’. Sekarang coba katakan kalimat “nyatakanlah bahwa keagungan hanya milik Allah”, dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Tiongkok, Itali, Rusia, Urdu, Persia atau dalam bahasa apapun juga. Katakan dalam bahasa apapun, supaya kalimat itu bisa dibaca bolak-balik (Palindrome). Dan kamu hanya boleh coba mengatakannya 1 kali saja, gak boleh kamu tulis ataupun melihat kamus terlebih dahulu. Seberapa mungkin kamu bisa lakukan itu? Subhanallah. Saya bisa terjemahkan maksud ayatnya, tapi bisakah saya terjemahkan mukjizatnya kedalam Bahasa Inggris? Kalau saya katakan: “nyatakanlah bahwa keagungan hanya milik Allah”. Kamu akan paham maksud pesannya. Tapi apakah kamu juga dapat mukjizatnya? Tidak. Mukjizat dari Allah hanya ada dalam bahasa Arab, ini hanya 1 contoh kecilnya saja.

Setiap ayat di Al-Qur’an memiliki mukjizatnya masing-masing. Yang paling tragis saat ini adalah, kebanyakan orang saat ini tidak mengetahui pesan dari Al-Qur’an. Dan bagi mereka yang paham maksud Al-Qur’an, kebanyakan dari mereka tidak dapat merasakan mukjizat dari Al-Qur’an. Saya ingatkan lagi, Al-Qur’an punya 2 hal sekaligus: Pesan dan Mukjizat. Ini bagaikan suatu harta karun yang hampir hilang untuk sebagian besar kaum muslimin. Bayangkan, bila anak kita paham 5 ayat saja, misalkan dia menghafal surat al-Ikhlas atau surat al-Kautsar. Jika mereka paham 5 ayat ini, mereka tahu apa yang dimaksudkan ayat ini dan ia dapat mengerti mukjizat dari ayat ini. Apakah mereka akan merasakan keimanan yang berbeda terhadap ayat itu? Ini akan lebih berarti bagi mereka. Inilah yang menjadi perbedaan antara keimanan kita dan keimanan para sahabat nabi. Salah satu dari banyak sebabnya adalah, ketika mereka mendengar Al-Qur’an mereka mendengar maksud/pesan dan mukjizat-Nya sekaligus. Kebanyak dari kita paling hanya mendapat 1 halnya saja. Ini salah satu alasan mengapa kita harus belajar bahasa Arab, karena kita ingin menghargai pesan dari Al-Qur’an, serta kita ingin merasakan keindahan dari mukjizatnya.

[syahida.com/islamedia]